Aksi Massa Se-Jagad di Yogyakarta Menggugat dan Adili Jokowi

Suasana aksi se-Jagad di pertigaan Gejayan, Yogyakarta yang menyerukan gugat dan adili Jokowi, 12 Februari 2024. Foto Dok. Forum Cik Ditiro.
Suasana aksi se-Jagad di pertigaan Gejayan, Yogyakarta yang menyerukan gugat dan adili Jokowi, 12 Februari 2024. Foto Dok. Forum Cik Ditiro.

RIENEWS.COM – Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Jagad (Jaringan Gugat Demokrasi) turun ke jalan untuk menyuarakan keprihatinan atas kemunduran demokrasi yang dilakukan rezim Presiden Joko Widodo. Aksi se-Jagad berlangsung Senin, 12 Februari 2024 dimulai dengan doa bersama di depan Kantor PP Muhammadiyah. Massa aksi memanjatkan doa agar Indonesia selamat dari politik dinasti yang merusak demokrasi. Perjalan aksi dilanjutkan dengan long march ke Bundaran UGM dan berakhir di pertigaan Jalan Gejayan.

Aksi ini berangkat dari Pemilu 2024 yang dipaksa jadi pintu untuk melanggengkan kekuasaan dengan menempuh cara-cara tidak etis, mengerahkan aparat sipil, TNI dan polisi untuk membela calon Presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Rezim ini menggunakan cara-cara yang intimidatif dan memanfaatkan bantuan sosial untuk “membeli” suara rakyat. Jokowi bahkan secara terang benderang telah berkampanye untuk Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga diketuai anak kandungnya, Kaesang Pangarep.

Gibran bisa menjadi cawapres pun setelah mendapat bantuan dari Ketua MK Anwar Usman, yang juga adik ipar Jokowi. Anwar Usman sendiri telah divonis melanggar etik oleh Mahkamah Kehormatan MK. Begitu pula dengan Ketua KPU Hasyim Asy’ari, telah divonis melanggar etik oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena menerima pencalonan Gibran sebagai Cawapres.

JAGAD menilai Jokowi selama berkuasa (2014-2024) telah melakukan pembangunanisme seperti Orde Baru yang hanya menguntungkan para elit ekonomi-politik (oligarki). Pembangunan, terutama implementasi Proyek Strategis Nasional (PSN) dijalankan dengan cara menggerus demokrasi (regresi demokrasi), melumpuhkan pemberantasan korupsi, dan menyiapkan berbagai aturan undang-undang yang memberi “karpet merah” kepada pemodal.

Dampak pembangunan ini sungguh luar biasa. Merusak bentang alam, memiskinkan warga, menghilangkan ruang hidup, dan memarginalkan kelompok perempuan. Selain itu rakyat juga menjerit karena berbagai barang kebutuhan hidup yang makin mahal, terutama beras dan biaya pendidikan.

“Pembangunan ini hyper masculinity, semuanya dilakukan dengan cara maskulin, menguasai, merampas, menggunakan kekerasan demi kepentingan ekstraktivisme, pertambangan, energi, perkebunan yang makin terpinggirkan,” ujar Sana Ullaili, pegiat isu perempuan yang tergabung dalam Forum Cik Di Tiro.

Koordinator aksi Jagad, Adi Himawan Kurniadi mengatakan bahwa jaringan masyarakat sipil kurang ketat mengontrol Jokowi. Bahkan, para budayawan, seniman, intelektual, dan tokoh publik sering mengglorifikasi pembangunan infrastruktur. Dukungan ini juga ditopang dengan rezim digital yang dipenuhi para pendengung Jokowi.

“Bukannya mengatasi masalah rakyat, Jokowi dan kroni-kroninya malah membunuh demokrasi dengan sadis pada masa akhir jabatannya. Ia justru menyiapkan dinasti politik untuk melanjutkan kekuasaan,” ujar Adi.

Adi meminta para intelektual, budayawan dan tokoh nasional agar melakukan pertobatan massal karena ikut menciptakan politik dinasti. Otoritarianisme sudah mencengkeram demokrasi.

Artikel lain

Koalisi Sipil, Unsur Kecurangan Pemilu Terstruktur, Sistemastis dan Masif Terpenuhi

Dokumenter Kecurangan Pemilu “Dirty Vote” Tayang Masa Tenang

Capres Anies dan Ganjar Deklarasi Dukungan Kemerdekaan Pers