RIENEWS.COM – Hari Anti Korupsi Internasional, Minggu 9 Desember 2018, Indonesian Court Monitoring (ICM) menilai Presiden Joko Widodo dengan program kerja Nawacita, menghambat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Berikut pers rilis Direktur ICM Tri Wahyu yang diterima Redaksi, dalam memperingati Hari Anti Korupsi Internasional.
Dalam peringatan Hari Anti Korupsi Nasional 2018 yang dilaksanakan di Jakarta, 4 Desember 2018, Presiden Joko Widodo menyampaikan sejumlah hal antara lain.
Jokowi ingin gerakan antikorupsi menjadi sebuah gerakan bangsa yang dilakukan institusi negara, civil society, dan masyarakat luas. Hal itu merupakan upaya membangun Indonesia maju yang produktif, inovatif dan efisien.
Dari segi kebijakan dalam memberantas korupsi, Jokowi menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi di mana KPK menjadi koordinator. Pemerintah menerbitkan juga Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca Berita: Wakil Bupati Minta Kopi Karo Masuk Pasar Ekspor
Sistem pengaduan masyarakat, seperti Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), kata Jokowi, juga disambut antusias masyarakat. Hal itu terbuti dari jumlah aduan yang masuk lebih dari 36 ribu aduan.
Sehubungan dengan hal tersebut, bertepatan dengan momentum Hari Anti Korupsi Internasional yang tepat jatuh hari ini (Minggu) 9 Desember 2018, Indonesian Court Monitoring (ICM) menyampaikan pandangan sebagai berikut.
Satu; Terkait Saber Pungli, ICM memaparkan data dari DIY. Ada OTT terhadap TPR Parangtritis tapi sampai sekarang tidak jelas penangannya. Ada laporan dari Warga terdampak bandara NYIA di Kulon Progo terkait pungli “dana kompensasi” pembangunan bandara NYIA hingga rautusan juta sampai sekarang publik juga tidak tahu progres oleh aparat penegak hukum utamanya kepolisian dan kejaksaan (aparat penegak hukum dari pemerintahan Jokowi-JK).
Dugaan kuat ICM tidak jelasnya progres proses hukum pungli utamanya pungli dalam pembangunan Bandara NYIA, karena aparat penegak hukum juga masuk dalam “tim pengawal pembangunan” berbalut Tim Pengawalan, Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4P) dan Daerah (TP4D) sehingga sulit independen dalam penegakan hukum anti korupsi.
Dua; Data ICM juga menunjukkan supremasi politik juga masih menggelayuti aparat penegak hukum dalam penanganan proses hukum kasus korupsi. Penghentian secara “kasar” kasus korupsi dana hibah Persiba (saat itu tersangka adalah elit partai penguasa dan alasan Kejati DIY karena takut dipraperadilankan–PH tersangka), menunjukkan aparat penegak hukum “tidak steril” dari supremasi politik. Upaya masyarakat sipil melaporkan kasus SP3 tersebut dengan turun langsungnya Tim Jamwas Kejaksaan Agung ke Yogyakarta hingga sekarang tidak ada juntrungnya.
Supremasi politik dalam penegakan hukum tingkat nasional juga kental aroma supremasi politik saat pimpinan salah parpol menjadi tersangka atas “sms pengancaman” terhadap aparat penegak hukum yang lagi memproses kasus korupsi pimpinan parpol tersebut. Begitu pimpinan parpol ini merapat ke kekuasaan Jokowi JK, “hilang sudah” proses hukum terhadapnya.
Tiga; Sudah lebih dari 600 hari kasus Novel Baswedan belum tuntas dan Presiden Jokowi tidak punya kemauan tegas untuk membentuk TPF Novel. Serangan terhadap Novel adalah juga serangan terhadap seluruh pegiat anti korupsi di Indonesia.
Tidak tuntasnya kasus Novel adalah teror juga terhadap pegiat anti–korupsi se–Indonesia. Regulasi PP Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi bukan jalan keluar substantif dalam agenda pemberantasan korupsi.
Empat; ICM juga mengkritisi KPK yang tidak jelas sikapnya dalam kasus dugaan korupsi hasil investigasi Indonesialeaks. Sejak berdiri 2002 (16 tahun yang lalu) KPK juga masih belum “pecah telur” dalam penindakan kasus korupsi di sebagian kecil provinsi di Indonesia salah satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Belum ada 1 pun kasus yang ditindak langsung KPK di DIY. Pimpinan KPK di Februari 2018 menyatakan ada 192 laporan kasus klorupsi yang masuk ke KPK dari DIY. Ada 26 laporan yang sudah ditelaah. Data sebanyak itu dikemanakan?
Data supervisi kasus korupsi dana hibah persiba trus dikemanakan? Kecurigaan wajar publik sampaikan juga ke KPK karena ada Pimpinan KPK yang dulu bertugas di KPK saat ada kasus korupsi dana hibah persiba, sekarang menjadi caleg partai penguasa.
Lima; Peran pers/media amat penting dalam pemberantasan korupsi sebagaimana fungsi tersebut ada di Pasal 3 UU Pokok Pers 40 tahun 1999 sebagai pengontrol kekuasaan/fungsi kontrol oleh pers (diperkuat Penjelasan umum UU Pers bahwa kontrol sosial pers untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasan baik korupsi, kolusi dan nepotisme maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya).
Media yang independen dan bukan partisan menjadi kawan bagi warga dalam mendorong pemberantasan korupsi di Indonesia.
“Berdasar pandangan tersebut, ICM menyatakan; Satu; Presiden Joko Widodo bukan panglima pemberantasan korupsi,” ujar Tri Wahyu.
Dua; Supremasi politik (bukan hukum apalagi keadilan) dan pelibatan aparat penegak hukum dalam pembangunan infrastruktur “Kejar Tayang” Pemilu 2019 oleh rezim Nawa Cita hambat pemberantasan korupsi di Indonesia.
Tiga; Mendesak KPK untuk independen dan akuntabel serta menjaga kepercayaan publik dengan segera memproses kasus dugaan perusakan alat bukti di KPK dan segera “pecah telur” penindakan di DIY.
Empat; Mengajak media massa di nasional dan lokal tetap sebagai pilar ke-4 demokrasi dengan menjadi pengontrol kekuasaan dengan mengawal progres penanganan kasus korupsi di nasional dan lokal termasuk mendukung penuntasan kasus teror terhadap Novel dan serangan atau teror semacam terhadap pegiat anti korupsi.
“Terakhir, tak layak kita sebut “Selamat Hari Anti Korupsi 2018” barangkali yang pas gambarkan situasi obyektif hari ini adalah “Tidak Ucapan Selamat” tapi “Duka Hari Anti Korupsi 2018”,” pungkas Tri Wahyu. (Red)