EKBIS  

Pajak Hiburan Berubah, Kemenparekraf Tampung Aspirasi Pelaku Parekraf

Ilustrasi pentas musik sebagai salah satu bentuk hiburan. Foto kemenparekraf.go.id.
Ilustrasi pentas musik sebagai salah satu bentuk hiburan. Foto kemenparekraf.go.id.

RIENEWS.COM – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) akan menampung dan menerima aspirasi-aspirasi yang disampaikan para pelaku parekraf terkait perubahan tarif pajak hiburan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).

“Kami melalui Staf Ahli Bidang Manajemen Krisis akan memfasilitasi setiap aspirasi dan memberikan tambahan informasi untuk pelaku parekraf. Juga ada helpdesk untuk mereka (pelaku parekraf),” kata Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno dalam “The Weekly Brief with Sandi Uno” di Gedung Sapta Pesona, Jakarta Pusat, Senin, 22 Januari 2024.

Berdasarkan data Kemenparekraf, permohonan uji materi (judicial review) atas UU HKPD terkait kenaikan pajak hiburan telah diajukan 22 pemohon dari berbagai daerah pada 3 Januari 2024. Dan telah diterima Mahkamah Konstitusi (MK) pada 5 Januari 2024.

Sebelumnya, pada 16 Januari 2024, Kementerian Keuangan menyampaikan bentuk komitmen pemerintah mendukung pengembangan sektor pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian, pemerintah menurunkan tarif Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan dari semula paling tinggi 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen. Kebijakan tersebut dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya, seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir.

Menanggapi hal tersebut, aktivis sekaligus pelaku parekraf asal Bali, Niluh Djelantik berharap ada regulasi yang berpihak kepada pelaku parekraf dalam penetapan tarif pajak hiburan.

“Kami memerlukan kepastian dari pemerintah pusat. Dan kami berharap tidak hanya Bali saja yang diberi keringanan tarif pajak, tapi juga seluruh pengusaha terkait di seluruh Indonesia,” kata Ni Luh.

Sementara Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih menekankan pemerintah harus berpihak kepada para pelaku ekonomi kreatif. Ia menilai kenaikan pajak hiburan sebesar 40-75 persen berpotensi merugikan bagi subjek pajak serta semakin memperlambat pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

“Kemenparekraf harus di pihak pelaku ekonomi kreatif yang sedang berusaha berkembang menjadi andalan devisa negara. Tapi malah semakin dibebani pajak. Saya berharap jangan membabi buta mengambil sumber-sumber anggaran untuk APBN,” kata Fikri di Gedung DPR Senayan, Jakarta pada 16 Januari 2024.

Menurut Politisi Fraksi PKS itu, kenaikan pajak hiburan seharusnya diperhitungkan dengan mempertimbangkan masukan dan saran dari para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif terkait. Harapannya akan menghasilkan persentase kenaikan pajak yang tepat sekaligus tidak memberatkan. Ia pun mengingatkan pemerintah untuk mendukung pemulihan dan pertumbuhan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

Artikel lain

Panitia Pemilu Luar Negeri Diminta Optimalkan Dokumen

Muhammadiyah Tetapkan 1 Ramadan 1445 H Jatuh 11 Maret 2024

KTT GNB ke-19, Indonesia Dorong Keanggotaan Penuh Palestina di PBB