RIENEWS.COM – Ketua Badan Anggaran DPR, Said Abdullah menyoroti lonjakan belanja bantuan sosial yang disalurkan pemerintah yang mencapai Rp496,8 triliun. Padahal anggaran perlindungan sosial saat Covid-19 pada tahun 2020 hanya Rp234,33 triliun dan terealisasi Rp216,59 triliun. Besaran anggaran bansos di tengah tahun politik dapat menimbulkan tendensi politis.
“Terus terang saja, melonjaknya anggaran bansos Rp496,8 triliun sungguh mengkhawatirkan dari sisi penyalahgunaan,” kata Said dalam keterangan tertulis, Selasa, 6 Februari 2024.
Selain membandingkan besaran bansos saat Pandemi Covid-19 dengan besaran bansos terkini, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu juga mempertanyakan ketidakterlibatan Kementerian Sosial dalam pembahasan dan penyaluran bansos. Padahal, Kemensos merupakan kementerian teknis yang erat kaitannya dengan bansos.
“Kenapa anggaran bansos melonjak drastis, bahkan tidak melibatkan kementerian sosial sebagai kementerian teknisnya?” tanya Said.
Lebih jauh, ia mengungkapkan keprihatinannya lantaran banyak sektor pembangunan yang yang terkena “pemotongan” anggaran. Anggaran tersebut diindikasikan telah dialihkan untuk memperkuat anggaran bansos.
Padahal, anggaran-anggaran pembangunan itu bisa digunakan untuk memperbaiki infrastruktur, meningkatkan perumahan rakyat, menguatkan kemandirian pangan, energi, meningkatkan industri dan daya saingnya. Juga meningkatkan ekspor, meningkatkan sumber daya manusia melalui pendidikan, kesehatan, dan budaya, menghapuskan kemiskinan ekstrem, pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara.
“Saya harapkan APBN 2024 ini kita jaga dengan sebenar-benarnya agar sesuai tujuannya. Biarkanlah pemilu ini berjalan secara alamiah, sedemokratis mungkin, berjalan tanpa cawe-cawe kekuasaan. Dari pemilu demokratis, pemenang pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat memimpin Indonesia. Sebaliknya Indonesia bisa dikucilkan dari pergaulan internasional jika demokrasinya gagal,” tutur Said yang juga anggota Komisi XI DPR RI.
Said menegaskan bahwa program bansos hanya akan tepat sasaran dan memiliki manfaat optimal bagi pengentasan rumah tangga miskin, apabila dikerjakan oleh tangan-tangan teknokrasi yang bekerja sesuai perencanaan, profesional, berintegritas dan tidak ada tunggangan politik. Ia pun menekankan agar tidak menjadikan rakyat miskin sebagai aset elektoral.
“Jangan jadikah rakyat miskin sebagai dalih untuk mengeruk suara pemilu, seolah olah tampil bak Robin Hood membagi-bagikan sembako dan uang tunai tanpa perencanaan yang matang. Padahal cara-cara seperti itu tidak akan mengentaskan rakyat miskin keluar dari kubangan kemiskinan, tetapi hanya menjadikan orang miskin sebagai kendaraan politik,” lanjut dia.
Said juga berharap seluruh penerima bansos dapat tetap teguh pendirian politiknya. Rakyat miskin tetap bisa berdaulat menentukan pilihan politiknya pada Pemilu 2024 tanpa perlu khawatir atas ancaman penghapusan nama penerima bansos.
Artikel lain
Temuan Bawaslu di LN dari Surat Suara Telat hingga Pemilih Ganda
Baleg DPR dan Mendagri Sepakat Masa Jabatan Kades Maksimal 16 Tahun