PSHK FH UII Sebut Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Cacat Logika

PSHK FH UII sebut putusan PN Jakpus tunda Pemilu cacat logika. Foto ilustrasi.
PSHK FH UII sebut putusan PN Jakpus tunda Pemilu cacat logika. Foto ilustrasi.

RIENEWS.COM – Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) menegaskan, putusan PN Jakpus (Pengadilan Negeri Jakarta Pusat) tunda Pemilu, dalam perkara gugatan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) terkait ketidaklolosan sebagai partai peserta Pemilu 2024, cacat logika. PSHK FH UII mendorong Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung memeriksa majelis hakim PN Jakpus yang mengadili perkara tersebut. Putusan PN Jakpus tunda Pemilu 2024 memantik reaksi dari publik dan akademisi.

Majelis hakim PN Jakpus pada Kamis, 2 Maret 2023, membacakan putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN. Jkt Pst yang berkaitan tentang perkara gugatan Prima yang intinya gugatan perbuatan melawan hukum (PMH). Dalam putusannya, majelis hakim PN Jakpus menetapkan putusan mengabulkan permohonan Partai Prima sebagai pihak yang dirugikan, menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan PMH, dan menghukum KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan pemilihan umum 2024 selama lebih kurang  2 tahun 4  bulan atau mengulang tahapan dari awal.

“Putusan PN Jakpus hakikatnya merupakan sebuah cacat logika dan keliru dalam praktik penyelenggaraan hukum Indonesia. Ada 2 hal yang merupakan kekeliruan,” kata Sekretaris Jenderal PSHK FH UII Yuniar Riza Hakiki dalam siaran pers pada Jumat, 3 Maret 2023.

Kekeliruan yang dimaksud, menurut PSHK FH UII, pertama; substansi perkara ini pada hakikatnya bukan merupakan gugatan perbuatan melawan hukum bidang keperdataan, melainkan perkara gugatan sengketa kepemiluan atas keputusan tata usaha negara yang telah dikeluarkan oleh KPU, sehingga secara kompetensi absolut, PN Jakpus seharusnya tidak berwenang mengadili substansi perkara yang berkaitan dengan sengketa Pemilu. Kedua; PN Jakpus tidak berwenang memutus penundaan tahapan Pemilu, karena tahapan Pemilu tidak hanya menyangkut kepentingan hukum para pihak yang berperkara dalam sengketa keperdataan, sehingga meskipun putusan PN Jakpus pada aspek tertentu dinilai memulihkan kerugian Partai Prima, tetapi dengan menghukum KPU untuk menunda tahapan Pemilu justru merugikan kepentingan hukum yang lebih luas, misalnya partai politik yang sudah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024 serta rakyat selaku pemilih akan kehilangan hak pilih pada Pemilu yang seharusnya diselenggarakan setiap 5 tahun.

Ditegaskan, tidak ada sama sekali mekanisme penundaan Pemilu di Konstitusi dan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Menurut UU Pemilu, yang ada hanyalah penundaan pemungutan suara. Dan hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia atau secara nasional. Sehingga pelaksanaan Pemilu setiap 5 tahun harus tetap dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan pada Tahun 2024 nanti. Hal ini sejalan dengan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI 1945; Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.

Artikel lain

 Keadilan Restoratif JAM Pidum Hentikan 6 Perkara Pidana Ini

Gaya Hidup Mewah Pejabat kembali Jadi Sorotan

Kolaborasi Media Perempuan Hadapi Tantangan Kekinian