Tiga Juta Lebih Anak Indonesia Merokok, Pemerintah Dinilai Gagal

Ilustrasi stop merokok. Foto HansMartinPaul/pixabay.com.
Ilustrasi stop merokok. Foto HansMartinPaul/pixabay.com.

RIENEWS.COM – Bertepatan dengan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2024 pada 31 Mei, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencanangkan tema besar “Protecting children from tobacco industry interference’. Tema tersebut sesuai dengan kondisi industri rokok di Indonesia yang menarget anak-anak sebagai calon pelanggan. Industri rokok melakukan promosi atau CSR-washing massif melalui iklan yang tak terkendali, produk adiktif dengan rasa-rasa manis, harga semurah mungkin dan bisa didapat di mana-mana, serta ribuan taktik lainnya.

“Jadi, apakah anak-anak kita sudah terlindungi dari produk zat adiktif yang merusak ini? Sama sekali belum!” tegas Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Prof. Hasbullah Thabrany, Jumat, 31 Mei 2024.

Pemerintah Indonesia baru saja mengeluarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang memperlihatkan prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun mencapai 7,4 persen. Angka ini tampak turun dari prevalensi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 sebesar 9,1 persen dan di bawah target penurunan RPJMN 2020-2024 sebesar 8,7 persen.

“Perlu digarisbawahi, penurunan prevalensi perokok anak menurut SKI 2023 belum tentu mencerminkan keberhasilan program pengendalian tembakau secara keseluruhan,” kata Hasbullah.

Prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun sebesar 7,4 persen pada 2023 tetap memperlihatkan kenaikan apabila dibandingkan dengan data Riskesdas 2013 sebesar 7,2 persen. Perbedaan 0,2 persen ini tetap cukup besar mengingat jumlah populasi anak usia 10-18 tahun naik cukup signifikan dalam rentang waktu 10 tahun.

Apabila dilihat dari populasi saat ini, prevalensi 7,4 persen menunjukkan lebih dari tiga juta anak Indonesia adalah perokok aktif yang mengonsumsi produk zat adiktif rokok konvensional maupun rokok elektronik.

Hasbullah menyimpulkan industri rokok telah berhasil menjadikan anak-anak tersebut sebagai pelanggan baru mereka yang kecanduan nikotin.

“Artinya, Pemerintah gagal memberikan perlindungan kepada mereka dari poduk adiktif berbahaya,” imbuh Hasbullah.

Komnas Pengendalian Tembakau kembali mendesak Pemerintah agar meluruskan kembali orientasi pembangunan nasional pada pembangunan SDM yang selama ini didengungkan pada awal Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Salah satunya, memastikan anak-anak Indonesia terbebas dari adiksi rokok.

“Pemerintah harus segera mengambil keputusan yang tepat dalam kebijakan pengendalian konsumsi produk tembakau dan turunannya,” kata Hasbullah.

Keputusan itu diusulkan untuk diambil melalui dua upaya. Pertama, pengesahan aturan pelaksana UU Kesehatan 2023 berupa Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kesehatan dengan aturan-aturan Pengamanan Zat Adiktif yang kuat dan komprehensif.

Kedua, memasukkan target penurunan prevalensi perokok anak dan dewasa di dalam Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025 – 2029 sebagai target dan rencana kerja bersama Kementerian/Lembaga Pemerintah dalam upaya penurunan prevalensi perokok di Indonesia.

Habullah mengingatkan, konsumsi rokok telah menjadi beban negara. Mulai dari beban kesehatan, ekonomi, sampai sosial, tingginya penyakit tidak menular, stunting, beban BPJS, kemiskinan, sampai rendahnya tingkat kecerdasan.

Kebijakan strategis yang berpihak pada kesehatan masyarakat, terutama pengendalian konsumsi produk zat adiktif tembakau dan turunannya harus menjadi prioritas Pemerintah saat ini.

“Segera sahkan RPP Kesehatan dan pastikan Pemerintah punya target penurunan prevalensi perokok di RPJMN berikutnya. Pastikan anak-anak kita terlindungi!” tegas Hasbullah lagi.

Melalui momentum HTTS 2024, Komnas Pengendalian Tembakau meluncurkan video kampanye berjudul “Katanya, Masa Depan Bangsa di Pundak Kami”.

Dalam video tersebut dikisahkan anak-anak, seperti Muhammad Rian (6 tahun), Almira Khanza (5 tahun), Sabrina Aleesya Hidayat (6 tahun), dan Jasmine Zea Putri Laksmana (4 tahun) yang merepresentasikan anak-anak di seluruh Indonesia menjadi target industri rokok lewat produk candu atau nikotin dengan cara-cara yang menarik bagi usia mereka.

Mayoritas Perokok Aktif Anak Muda

Berdasarkan data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2019, prevalensi perokok pada anak sekolah usia 13-15 tahun naik dari 18,3 persen pada 2016 menjadi 19,2 persen 2019. Sementara data SKI 2023 menunjukkan bahwa kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak, yakni 56,5 persen, diikuti usia 10-14 tahun sebanyak 18,4 persen. Data itu menunjukkan kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok paling signifikan.

“Kami dihadapkan dengan bahaya pertumbuhan perokok aktif di Indonesia, terutama pada anak remaja,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Eva Susanti dalam temu media bertema “Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2024” pada 29 Mei 2024.

Ia menyampaikan, pertumbuhan perokok aktif di Indonesia tidak terlepas dari industri produk tembakau yang gencar memasarkan produknya di masyarakat, terutama anak dan remaja, melalui media sosial.

“Upaya pemasaran dilakukan dengan memanfaatkan berbagai cara di antaranya jangkauan merek multinasional, influencer, topik yang sedang tren, popularitas, dan pengenalan merek tembakau serta nikotin di media sosial,” tutur Eva.

Data Tobacco Enforcement and Reporting Movement (TERM) edisi Mei–Agustus 2023 menyebutkan, lebih dari dua pertiga kegiatan pemasaran produk tembakau diunggah di Instagram (68 persen), Facebook (16 persen) dan X (14 persen). Industri produk tembakau juga melakukan pemasaran dengan membuka gerai di berbagai festival musik dan olahraga untuk menarik perhatian anak muda.

Selain menjadi sponsor kegiatan kepemudaan, strategi yang dilakukan industri produk tembakau menurut Eva adalah memengaruhi para pemuda terhadap rokok, yakni memberikan biaya pendidikan.

“Industri produk tembakau juga sangat agresif dalam menyabotase upaya pemerintah untuk menurunkan prevalensi merokok dengan berbagai taktik seperti menyebarkan informasi yang menyesatkan dan menggiring opini publik,” tuturnya.

Artikel lain

Sengkarut Kasus Vina Cirebon, Presiden Jokowi Angkat Bicara

Visa Umrah Dilarang Masuk Mekah Sejak 15 Dzulqaidah hingga 15 Dzulhijjah 1445H

Alasan Milenial Pilih Rumah di Kota Mandiri Bekala

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Amurwarni Dwi Lestariningsih menambahkan iklan di media luar ruang dan internet berpengaruh besar terhadap peningkatan perilaku anak untuk merokok.