Kelima; lakukan edukasi kebencanaan. Harus dimulai tahun ini yang dilakukan di daerah rawan bencana kepada sekolah melalui guru dan para pemuka agama. Oleh karena itu, papan peringatan diperlukan, rute-rute evakuasi diperlukan. Segera dikerjakan agar ada kejelasan ke mana evakuasi harus dilakukan saat ada ancaman bencana.
Keenam; lakukan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan teratur untuk mengingatkan masyarakat kita secara berkesinambungan sampai ke tingkat RW hingga RT, sehingga masyarakat kita betul-betul siap menghadapi bencana. Bencana bukan hanya tsunami, banjir, tanah longsor, gempabumi dll. Bencana yang banyak menelan korban adalah gempabumi.
Pada kesempatan tersebut, Presiden juga menyempatkan berdialog dan menanyakan kepada peserta. Kalaksa BPBD Kota Palu, Presley Tampubolon menyatakan hal yang paling sulit saat terjadi gempa di Palu pada hari pertama adalah koordinasi.
“Di hari-hari pertama, kedua, ketiga, adalah mengkoordinasikan dan mengkonsolidasikan semua pihak terkait di lokasi bencana karena semua orang masing shock terkena gempa,” ujar Presley.
Peserta Rakornas Bencana dari Lhokseumawe, Aceh, Tuti dari Bappeda menyebutkan belum siapnya perencanaan daerah karena tidak terbayang akan adanya tsunami sehingga Bappeda tidak pernah merencanakan.
Presiden berpesan Bappenas dan Bappeda merancang jalur evakuasi dan bangunan untuk melakukan penyelamatan dari tsunami.
“Pemerintah seringkali ketinggalan dari masyarakat, karena perencanaan belum ada, tetapi masyarakat sudah tinggal di sana. Tetapi kita harus tegas dan tidak seperti dulu. Kita harus kerja cepat dan tidak bisa lagi kerja lambat. Sekali lagi, kita harus mengkonsolidasikan dan mengkoordinasikan semua kekuatan yang dimiliki untuk mengantisipasi bencana alam di Indonesia,” imbuh Presiden. (Rep-03)