IPK Indonesia Turun 4 Peringkat, Pukat UGM Sebut Akibat Revisi UU KPK

Kantor KPK. Foto ugm.ac.id.
Kantor KPK. Foto ugm.ac.id.

RIENEWS.COM – Berdasarkan laporan Transparency International 2022, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia turun empat poin dari 38 menjadi 33 dari skala 0-100. Akibatnya, peringkat IPK pun turun dari 96 ke 110 dari 180 negara.  Peneliti Pusat Kajian AntiKorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yuris Rezha Kurniawan mengatakan penurunan peringkat tersebut menunjukkan kemunduran pemberantasan korupsi dalam sejarh pasca reformasi.

Penyebabnya adalah pengawasan dan penegakan hukum yang lemah bagi para pelaku tindak pidana korupsi. Juga kekeliruan pemerintah dan DPR dalam merancang strategi pemberantasan korupsi.

“Pelemahan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lewat revisi UU KPK dan pengisian pimpinan yang bermasalah memiliki andil cukup besar terhadap penurunan IPK,” kata Yuris, Rabu, 8 Februari 2023.

Menurut Yuris, tren penurunan IPK Indonesia juga berasal dari masifnya korupsi politik dan dunia bisnis. Korupsi tersebut melibatkan pejabat di level elite dalam penyusunan kebijakan yang dinilai tidak tersentuh pengawasan.

“Memang, pemerintah sudah mengupayakan pencegahan korupsi melalui digitalisasi atau kemudahan perizinan. Namun, itu formulasi yang keliru karena hanya menyasar pada level korupsi kecil-kecilan,” imbuh Yuris.

Bahkan beberapa kasus korupsi akhir-akhir ini menunjukan pembuatan kebijakan di level nasional mudah diatur berdasarkan relasi bisnis para pejabatnya. Yuris melihatnya sebagai fenomena aneh karena terjadi saat pemerintah sedang menggenjot investasi besar-besaran.

“Ini patut dipertanyakan, apakah mungkin ada investor melakukan investasi di negara dengan tingkat korupsi politik yang semakin memburuk,” tanya Yuris.

Penegak hukum di Indonesia juga ditengarai masih memiliki problem serius. Dibuktikan dengan indikator World Justice Project jauh di bawah rata-rata. Meskipun beberapa penanganan kasus korupsi besar oleh kejaksaan perlu diapresiasi, tetapi juga belum optimal untuk mengembalikan aset besar dari hasil korupsi.

Sementara lembaga kepolisian dan Mahkamah Agung (MA) juga sedang digoyang kasus di internal masing-masing. Sedangkan kerja-kerja KPK hari ini juga tidak bisa diharapkan.

“Artinya, perlu ada perbaikan yang fundamental di sisi penegak hukum,” jelas Yuris.

Artikel lain

Sejarah Pers Perempuan Sumatera Sejak 1919 Telah Menyuarakan Feminisme

Temuan Kasus Polio di Pidie, Kemenkes Targetkan Imunisasi Anak di Sumut Capai 95 Persen

Kerja Sama Qatar Airways Tingkatkan Kunjungan Wisatawan Eropa

Beberapa upaya yang mesti dilakukan,menurut Yuris adalah memperkuat pengawasan di tubuh kepolisian dan MA agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan kewenangan. Posisi KPK pun harus dikembalikan seperti dulu lagi. KPK yang kuat diyakini akan membuat mekanisme pengawasan di level jabatan tinggi, termasuk pengawasan praktik koruptif dalam institusi penegak hukum lainnya akan berjalan efektif.

“Karena sejak KPK dibredel (lewat revisi UU KPK), tidak ada lagi lembaga pengawas yang ditakuti pejabat di level elite,” tegas Yuris.

DPR Sebut On The Track
Sebaliknya, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menilai upaya pemberantasan korupsi di Indonesia terus mengalami perbaikan, meskipun belum sempurna. Perbaikan yang dimaksud dilihat dari kasus korupsi skala besar yang berhasil diungkap.