Aku Yang Membenci Hujan

Korban TPPO 20 WNI di Myanmar berhasil diselamatkan. Foto ilustrasi.
Korban TPPO 20 WNI di Myanmar berhasil diselamatkan. Foto ilustrasi.

Karya Rifqi Adhitya Afif

Asal mula kisah ku membenci satu alam yang tak mungkin kulupakan. Kisah yang membuat aku membenci hujan! Meski orang-orang bicara tentang “hujan merupakan sesuatu yang romantis dan membahagiakan”. Tetapi tidak bagiku?.

Bagiku hujan ibarat api, membakar jiwa raga menghantui masa silam bersama keluarga ku. Karena hujan pulalah rasa perih serasa menyayat di hati yang tidak akan aku lupakan hingga sampi detik ini!.

Ini kisah ku tentang hujan………….

***

Namaku Camelia. Aku membenci hujan sejak berumur 13 tahun.

Sejak kecil aku sangat dekat dengan ayahku. Bagiku ayah adalah pahlawan sekaligus cinta pertamaku. Ayahku…….. Selalu meluangkan waktu untuk membawa ku berlibur, selalu menjaga air mataku agar tak menetes dan selalu marah jika ada orang yang membuatku marah/menangis.

Jelas terekam dalam ingatanku ayah dan ibu tidak pernah bertengkar. Mereka terlihat saling mencintai serta menyayangi.

Namun, pada suatu malam yang indah dimana ribuan bintang terhampar di langit luas, ditemani rembulan sesaat berubah menjadi hitam kelam di langit ciptaan tuhan…

Saat itu juga rintik hujan mulai turun membasuhi bumi tempat manusia berpijak. Hujan turun dengan derasnya… Hembusan angin kencang serasa menembus kulit hingga masuk ke tulang rusuk. Akibat cuaca alam tersebut membuat semua orang tertidur dengan lelapnya.

Aku yang tadinya tertidur pulas serasa dalam pelukan ayah dan bermimpi indah bersama beliau, tiba–tiba terhenti dan terhempas dari alam sadarku?. Kuingat saat itu jam menunjukan pukul 01.00 wib.

***

Seperti detuman meriam dimalam kelam saat itu kudengar. Dikarenakan cadasnya suara teriakan saling caci maki dari orangtua yang kucintai, ditambah lagi dengan suara pecahan piring yang dihempaskan keras di lantai rumah, membuatku semakin terisak, terdiam dan membisu di atas ranjang!.

Pintu kamar tadinya tertutup rapat guna melindungi diri ini, kubuka dengan pelan-pelan. Kreeek…. Kucoba melangkahkan kakiku yang rapuh mulai tegar hingga saat ini, guna melihat dan menelusuri malam yang kelam saat itu.