Unicef dan WHO sebagai Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengingatkan bahaya pemberian susu formula di pengungsian.
“Banyak kasus saat bencana di dunia, pemberian susu formula kepada balita dan anak-anak justru meningkatkan penderita sakit dan kematian. Di Indonesia, kasus pascabencana gempa di Bantul Yogyakarta, hendaklah dijadikan pelajaran. Pemberian susu formula kala itu justru meningkatkan terjadinya diare pada anak di bawah usia dua tahun. Di mana ternyata 25 persen dari penderita itu meminum susu formula,” kata Sutopo.
Dihimbau tidak ada donasi susu formula dan produk bayi lainnya seperti botol, dot, empeng tanpa persetujuan dari Dinas Kesehatan Provinsi/Kabupaten/Kota setempat.
Tidak perlu sumbangan susu formula, susu bubuk dan botol bayi dalam kondisi darurat bencana. Ibu yang menyusui anaknya harus diberikan dukungan dan bantuan praktis untuk meneruskan menyusui. Mereka tidak boleh sembarang diberikan bantuan susu formula dan susu bubuk.
Meski demikian, kata Sutopo, ada pengecualian jika ada bayi yang tidak bisa disusui, bayi tersebut harus diberikan susu formula dan perlengkapan untuk menyiapkan susu tersebut, di bawah pengawasan yang ketat dan kondisi kesehatan bayi harus tetap dimonitor.
“Bagi pengungsi yang memiliki anak usia nol sampai enam bulan terus berikan ASI eksklusif,” imbuh Sutopo.
Bayi usia 6-9 bulan lanjutkan menyusui dan dapat diselingi dengan makanan sehat yang dibuat dengan disaring. Tekstur makanan lumat dan kental.
Bayi usia 9-12 bulan lanjutkan menyusui dan ditambahkan makan dengan bahan makanan sama dengan untuk orang dewasa. Tekstur makanan dicincang/dicacah, dipotong kecil, dan selanjutnya makanan yang diiris-iris. Perhatian respon anak saat makan.
Selanjutnya bayi usia 12-24 bulan lanjutkan menyusui hingga 2 tahun atau lebih dan ditambahkan dengan makanan dengan perlakukan sama seperti bayi usia 9-12 bulan. (Rep-03)