RIENEWS.COM – Akademisi dan koalisi masyarakat sipil mengritik UU KUHAP yang baru disahkan DPR RI. Pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjadi Undang-Undang KUHAP dilakukan DPR dalam rapat Paripurna ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025–2026, Selasa, 18 November 2025. Undang-undang ini sekaligus menggantikan Undang-Undang KUHAP Nomor 8 Tahun 1981.
Ketua DPR RI Puan Maharani menyatakan, undang-undang ini menggantikan UU KUHAP lama, yang telah berusia 44 tahun. Dia menegaskan, UU KUHAP baru mengikuti perkembangan zaman.
“Banyak sekali hal-hal yang diperbaharui, itu berpihak kepada hukum yang mengikuti zaman atau hukum-hukum atau undang-undang yang berlaku sekarang,” kata Puan usia memimpin rapat paripurna pengesahan RUU KUHAP menjadi undang-undang.
Dikatakannya, pemberlakuan terhadap undang-undang tersebut terhitung sejak 2 Januari 2026.
Begitu disahkannya UU KUHAP baru ini, sejumlah kritik dan protes datang dari i akademisi dan masyarakat sipil. Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas untuk Reformasi KUHAP, menilai undang-undang ini tidak akomodatif terhadap kelompok disabilitas.
Berdasarkan draft RUU KUHAP sebelum disahkan, Koalisi Nasional Organisasi Penyandang Disabilitas yang berunsurkan 21 lembaga yang konsens terhadap penyandang disabilitas, menyatakan, UU KUHAP baru berpotensi melanggar hak-hak penyandang disabilitas, dan menjadi langkah mundur serangkaian upaya mewujudkan pelindungan hak penyandang disabilitas, khususnya dalam hukum acara pidana di Indonesia.
Dalam siaran pers Koalisi, mendesak Presiden menolak pengesahan RUU KUHAP itu.
Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) menyampaikan peringatan darurat atas pengesahan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP).






