KIKA menilai UU KUHAP yang baru mengancam kebebasan akademik, merujuk Pasal 16 UU KUHAP memberikan kewenangan kepada aparat untuk menggunakan metode operasi undercover buy (pembelian terselubung) dan controlled delivery (pengiriman di bawah pengawasan) yang diperluas untuk semua jenis tindak pidana dan dapat diterapkan pada tahap penyelidikan—suatu tahap di mana belum terkonfirmasi adanya tindak pidana. Perluasan kewenangan ini, terutama tanpa pengawasan hakim, membuka ruang lebar bagi praktik penjebakan (entrapment) oleh aparat penegak hukum.
Sorotan lainnya yang disampaikan KIKA, penggeledahan dan penyitaan tanpa izin hakim.
“Ancaman paling serius terhadap integritas penelitian akademik terletak pada Pasal 105, 112A, 132A, dan 124, yang memungkinkan penggeledahan, penyitaan, pemblokiran, hingga penyadapan dilakukan tanpa izin pengadilan dan hanya dilandaskan pada subjektivitas aparat,” ungkap KIKA dalam siaran pers pada 18 November 2025.
KIKA menegaskan, kebebasan akademik menuntut adanya jaminan kerahasiaan sumber informasi, data penelitian, dan temuan awalyang sangat penting, terutama dalam riset sosial, politik, dan hukum. Jika aparat dapat menyita perangkat elektronik, memblokir komunikasi, dan menyadap akademisi tanpa judicial scrutiny.
Dalam konteks akademik, pasal ini dapat digunakan untuk menjebak mahasiswa atau peneliti yang terlibat dalam gerakan sosial, penelitian yang mengkritisi korupsi institusional, atau kajian sensitif lainnya, dengan “menciptakan” tindak pidana melalui operasi terselubung. Hal ini akan melumpuhkan keberanian intelektual dan memicu sensor diri (self-censorship)yang masif di lingkungan kampus.
Pasal-pasal yang mengatur upaya paksa, khususnya Pasal 5, 90, dan 93, memungkinkan aparat untuk melakukan pengamanan, penangkapan, bahkan penahanan pada tahap penyelidikan—lagi-lagi, sebelum tindak pidana terkonfirmasi—hanya berdasarkan dalih “mengamankan” atau interpretasi subjektif aparat. Kewenangan tanpa batas waktu penahanan yang terlalu panjang dan tanpa pengawasan lembaga peradilan (habeas corpus) akan menjadi alat koersif yang kuat.
“Bayangkan seorang peneliti yang sedang mengumpulkan data sensitif tentang pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan lingkungan; ia dapat dengan mudah diamankan, ditangkap, atau ditahan hanya untuk menghambat proses penelitiannya. Inilah ancaman nyata terhadap otonomi keilmuan,” keterangan KIKA. (Rep-02)






