Pemecatan Ketua KPU Hasyim Asy’ari, KMPKP: Kekerasan Seksual di Penyelenggara Pemilu Meningkat Tajam

DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu perkara Nomor 53-PKE-DKPP/III/2024 dengan teradu Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari beserta enam Anggota KPU RI pada Selasa, 25 Juni 2024). Foto dkpp.go.id.
DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu perkara Nomor 53-PKE-DKPP/III/2024 dengan teradu Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari beserta enam Anggota KPU RI pada Selasa, 25 Juni 2024). Foto dkpp.go.id.

Hal tersebut menunjukkan bahwa penyelenggaraan pemilu memang berpotensi menjadi ruang yang rawan bagi perempuan. Dalam suatu sistem pemilu, adanya hierarki antar penyelenggara, serta posisi timpang antara penyelenggara dengan para pihak yang terlibat dalam pemilu dapat membentuk suatu posisi relasi kuasa. Posisi tersebut membuat penyelenggaraan pemilu menjadi satu potensi tempat terjadinya kekerasan berbasis gender.

Kasus ini menjadi pembelajaran ke depan bahwa pelaku kekerasan berbasis gender dalam lingkup pemilu harus diberi sanksi terberat. Dalam konteks pelanggaran etika oleh penyelenggara pemilu, sanksi pemberhentian tetap tidak hanya menempatkan pelaku kekerasan terhadap perempuan pada posisi inkapasitas, namun turut menjadi sarana agar tercipta standar tindakan perlawanan yang dilakukan untuk mencegah keberulangan bagi pihak lain kedepannya.

Fakta-fakta dalam kasus ini sudah harus menjadi evaluasi ke depan agar terdapat kerangka penanganan kekerasan berbasis gender penyelenggara pemilu, baik dari segi pencegahan, penanganan, maupun pengawasan. Kemudian, tindakan hukum secara terpadu baik dari segi sanksi etik, administrasi, hingga sanksi pidana harus ditegakkan. Dalam perspektif penyelenggara pemilu, sanksi etik berupa pemberhentian memang adalah upaya terberat untuk menghukum pelaku, namun dalam kacamata negara, terdapat sanksi pidana yang juga harus ditegakkan sebagai simbol bahwa kekerasan seksual adalah suatu kejahatan yang patut dihukum berat.

Atas putusan DKPP memberhentikan tetap Hasyim Asy’ari sebagai Ketua dan Anggota KPU periode 2022-2027, KMPKP menyatakan, Mendukung dan mengapresiasi korban yang telah berani dan tegar memperjuangkan keadilan dengan melakukan pengaduan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu oleh Teradu Hasyim Asy’ari. KMPKP sangat memahami bahwa pengaduan tersebut bukan hal yang mudah dan memerlukan keberanian dan keteguhan sikap luar biasa untuk menghadapi proses dan segala risiko yang timbul menyertainya. Korban telah mampu menegakkan harkat dan martabatnya sebagai perempuan yang diharapkan menjadi penyemangat dan dorongan bagi perempuan lainnya untuk terus berjuang demi penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak perempuan;

Mendesak DKPP untuk menerapkan sanksi optimal berupa pemberhentian tetap terhadap pelanggaran etika berupa kekerasan terhadap perempuan ataupun dalam bentuk tindakan lain yang serupa dengan kasus Hasyim Asy’ari, baik terhadap pengaduan yang saat ini sedang berproses di DKPP ataupun atas adanya potensi pelanggaran serupa di masa datang. Ketegasan dan konsistensi DKPP sangat dibutuhkan agar menjadi efek jera serta mencegah replikasi terjadinya pelanggaran serupa oleh penyelenggara pemilu yang lain;

Mendesak KPU harus segera berbenah secara kelembagaan agar dapat secepatnya membentuk pedoman penanganan kekerasan berbasis gender utamanya menghadapi Pilkada 2024. Keterlibatan Bawaslu sebagai pengawas pemilu juga perlu diperkuat untuk dapat merambah ranah-ranah yang berpotensi memicu kekerasan terhadap perempuan;

Kepemimpinan kolektif kolegial penyelenggara pemilu seharusnya menjadi basis kontrol antar sesama kolega penyelenggara pemilu untuk mencegah rekan sesama anggota melakukan pelanggaran etika ataupun perbuatan menyimpang lainnya. Dalam kasus Hasyim Asy’ari besar kemungkinan ekosistem kerja kolektif kolegial dan kontrol antar anggota tidak berjalan dalam kelembagaan KPU, yang akhirnya membuat pelanggaran etika terbiarkan dan leluasa terjadi;

KMPKP meminta Presiden untuk mempercepat proses Pergantian Antar Waktu (PAW) Hasyim Asy’ari dan selanjutnya konsisten melantik calon urutan berikutnya sebagai anggota KPU pengganti antar waktu. Hal ini penting untuk disegerakan karena beban kerja KPU pasca Pemilu 2024 dan menyongsong Pilkada 2024 masih banyak. Selain agar kasus ini tidak mengganggu kualitas penyelenggaraan Pilkada dan bisa menjadi pembelajaran penting bagi seluruh jajaran penyelenggara pemilu di Indonesia;

Meminta KPU harus secepatnya menentukan Ketua definitif setelah anggota KPU PAW Hasyim Asy’ari dilantik oleh Presiden. Kepemimpinan definitif diperlukan untuk bisa optimal melakukan konsolidasi dan pembenahan internal kelembagaan KPU, khususnya dalam rangka memastikan terwujudnya penyelenggaraan pemilu dan kelembagaan penyelenggara pemilu yang inklusif, aman, dan bebas dari kekerasan terhadap perempuan; dan Meminta publik dan media massa bijaksana serta tetap menghormati, dan melindungi hak-hak dan privasi korban agar tidak terjebak pada objektifikasi dan eksploitasi terhadap korban yang bisa menimbulkan trauma dan eskalasi kekerasan dalam bentuk lainnya terhadap perempuan korban.

Artikel lain

Buntut Peretasan PDNS, Dirjen Aptika Kementerian Kominfo Semuel Pangerapan Mundur

Wartawan dan LSM Karo Gelar Aksi Solidaritas Sempurna Pasaribu

Dewan Pers Bentuk Tim Investigasi Kebakaran Rumah Wartawan Sempurna Pasaribu

KMPKP berunsurkan Mike Verawati Tangka (Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia/KPI), Listyowati (Yayasan Kalyanamitra), Iwan Misthohizzaman (Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development/INFID), Hadar Nafis Gumay (Direktur Eksekutif NETGRIT), Khoirunnisa Nur Agustyati (Direktur Eksekutif Perludem), Dosen Pemilu FHUI Titi Anggraini (Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia/MPI), Egi Primayogha (Kadiv Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch/ICW),  Dosen FHUI Wirdyaningsih (Anggota Bawaslu 2008-2012), Anggota Bawaslu 2008-2012 Wahidah Suaib (MPI), Valentina Sagala (Ketua Dewan Pendiri Institut Perempuan), Intan Bedisa (INFID). (Rep-02)