“Kalau sudah jalan ini diaspal, masyarakat Kabupaten Karo mau ke Binjai atau pun ke Kota Stabat (Kabupaten Langkat), selisihnya bisa mencapai 3 jam kalau kita bandingkan melewati Kota Medan. Begitupun masyarakat Kota Binjai kalau mau ke Tanah Karo atapun mau ke Kotacane. Makanya kami heran melihat instansi terkait ini tidak setuju atas pembangunan jalan ini,” kata Pandia didampingi warga lainnya.
Warga meminta DPRD Sumatera Utara membantu mengujudkan tuntutan warga.
“Masyarakat Karo-Langkat memohon kepada DPRD Sumatera Utara agar bisa membantu warga desa Karo-Langkat, agar pembangunan jalur alternatif Karo – Langkat bisa secepatnya terlealisasi pembangunannya,” imbuh Pandia.
Pemerhati pembangunan, Robert Tarigan mempertanyakan minim dan kurang diperhatikannya pembangunan di perbatasan Karo-Langkat.
“Belanda dan Jepang saat masa penjajahan dikenal sangat kejam masih memprioritaskan pembangunan dan pembukaan jalan baru. Hutan, gunung, dan bukit dibelah, sehingga lahirlah jalan satu satunya Medan-Berastagi,” ungkap Robert.
Infrastruktur jalan sebagai urat nadi perekonomian masyarakat. Pembangunan akan terpacu dari keterbelakangan dalam konteks kekinian.
“Betapa susahnya masyarakat hanya untuk meminta perbaikan jalan seperti misalnya, jalan tembus Kabupaten Karo- Kabupaten Langkat. Kesejahteraan masyarakat yang berbatasan di kedua daerah dipastikan meningkat tajam karena terbukanya simpul-simpul ekonomi baru dan ikon pariwisata yang memiliki potensi luar biasa,” tegas Robert Tarigan. (Rep-01)