Anggota Komisi I DPR, Pangkat Jenderal Kehormatan Bukan untuk Purnawirawan

Menhan Prabowo Subianto dan Presiden Jokowi di dalam pesawat Super Hercules, 24 Januari 2024. Foto Dok. BPMI Setpres.
Menhan Prabowo Subianto dan Presiden Jokowi di dalam pesawat Super Hercules, 24 Januari 2024. Foto Dok. BPMI Setpres.

RIENEWS.COM – Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin mengritik pemberian pangkat kehormatan Jenderal Bintang Empat untuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Menurut Hasanuddin. Meskipun seorang prajurit TNI yang berprestasi dalam tugas atau berjasa bisa diberikan tanda kehormatan atau tanda jasa sesuai UU, tetapi dalam militer saat ini tidak ada istilah pangkat kehormatan lagi.

“Dalam TNI tidak ada istilah pangkat kehormatan,” kata Hasanuddin dalam rilis media, Kamis, 29 Februari 2024.

Aturan kepangkatan di lingkungan TNI diatur dalam Pasal 27 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Pasal itu tidak mengatur soal kenaikan pangkat bagi perwira atau prajurit yang telah purna tugas, kecuali pangkat tituler yang diberikan sementara bagi warga negara yang diperlukan dan bersedia menjalankan tugas jabatan yang diperlukan.

Sementara, lanjut Politisi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan tersebut, pangkat kehormatan memang bisa diberikan namun hanya bagi prajurit atau perwira aktif. Hal itu diatur dalam UU Nomor 20 tahun 2009 Pasal 33 Ayat 3.

Dalam Pasal 33 ayat 3a itu berbunyi, “Pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa”, artinya pangkat kehormatan itu untuk prajurit aktif atau belum pensiun. Misalnya dari Kolonel naik menjadi Brigjen atau dari Letjen menjadi Jenderal lantaran memiliki keberhasilan dalam melaksanakan tugasnya.

“Bukan untuk purnawirawan atau pensiunan TNI,” tegas Hasanuddin.

Sementara Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid menyebut Prabowo Subianto layak mendapatkan Jenderal Kehormatan dari Presiden Joko Widodo. Jadi tidak perlu ada perdebatan lagi soal pemberian Jenderal Kehormatan, karena menurut dia sudah sesuai dengan undang-undang.

Klaim Berprestasi

Meutya mendasarkan pada Pasal 10 dan 15 UUD 1945, bahwa Presiden sebagai Panglima Tertinggi TNI AD, AL, AU Presiden berhak memberi gelar tanda jasa dan lain-lain kehormatan, serta Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.