Kegiatan People’s Water Forum Bentuk Hak Atas Kebebasan Berkumpul

Komnas HAM, AJI Denpasar dan IJTI Bali mengecam tindakan pembubaran dan pelarangan peliputan kegiatan People's Water Forum di Hotel Orange Jalan Hayam Wuruk Denpasar Selasa, 21 Mei 2024. Foto Istimewa.
Komnas HAM, AJI Denpasar dan IJTI Bali mengecam tindakan pembubaran dan pelarangan peliputan kegiatan People's Water Forum di Hotel Orange Jalan Hayam Wuruk Denpasar Selasa, 21 Mei 2024. Foto Istimewa.

“Harusnya aparat keamanan dari kepolisian bertugas mengamankan kegiatan masyarakat. Kalau dibiarkan ormas maupun kelompok lain seperti kejadian ini, maka potensi adanya korban misalnya terjadi penganiayaan yang tak bisa dihindarkan. Karena kejadian ini terjadi di kota dan tidak mungkin polisi tidak tau adanya keributan sejak hari pertama,” pungkasnya.

AJI Denpasar dalam siaran persnya menyebutkan, ada peretasan terhadap akun WhatsApp beberapa jurnalis. Juga hilangnya sinyal di sekitar Hotel Oranjje yang diduga dipasangi jammer atau pengacak sinyal.

Atas pelarangan liputan yang terjadi di PWF, AJI Denpasar mendesak pemerintah dan seluruh aparatur negara termasuk Polri dan Gubernur Bali, serta masyarakat untuk menghormati dan turut menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, berpikir, dan berpendapat, serta kemerdekaan pers.

Mendesak Dewan Pers dan Komnas HAM RI mengusut penghalangan jurnalis dalam meliput acara PWF di Hotel Oranjje, Denpasar.

Merespons kejadian tersebut, Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro  menyatakan, People’s Water Forum (PWF)/ Forum Air Milik Rakyat Sedunia/ di Bali, sebagai sebuah inisiatif masyarakat sipil merupakan bentuk hak untuk berkumpul secara damai serta hak untuk berekspresi dan berpendapat, dan bentuk partisipasi publik.

Forum masyarakat sipil telah hadir sebagai bentuk partisipasi publik di berbagai forum internasional di berbagai dunia. Maka pemerintah dan masyarakat sipil perlu mendorong adanya praktik baik bagi koeksistensi antara forum internasional yang diinisiasi negara dengan forum-forum masyarakat sipil. Prinsip hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan hak atas kebebasan berekspresi telah diakui dan dilindungi oleh Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, serta pasal 19 dan Pasal 21 UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights.

Pengabaian dan pelanggaran terhadap hak tersebut dapat menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 71 No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia.

Artikel lain

Koalisi Kebebasan Pers Lampung Gelar Aksi Tolak Revisi UU Penyiaran

Tak Miliki Izin Haji, Arab Saudi Akan Denda Jemaah Rp42 Juta hingga Penjara

Koalisi Masyarakat Sipil: Hentikan Pembahasan RUU Penyiaran

“Menindaklanjuti informasi tersebut serta guna menjaga kondisi yang kondusif, Komnas HAM telah berkoordinasi dengan pihak Polda Bali dan Mabes Polri. Komnas HAM juga telah bersurat kepada Kepala Kepolisian Republik Infonesia (Kapolri) melalui surat nomor 027/PM.00/0.1.0/V/2024 tanggal 21 Mei 2024, dan meminta Polri untuk di antaranya memberikan jaminan keamanan bagi terlaksananya kegiatan PWF sebagai bentuk hak atas kebebasan berkumpul secara damai dan mengeluarkan pendapat dan mencegah terjadinya peristiwa serupa di masa mendatang, melakukan penegakan hukum terhadap pelaku yang diduga melakukan tindakan kekerasan dan main hakim sendiri terhadap para peserta, panitia, dan fasilitator kegiatan PWF, serta mendalami dan melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya aparat penegak hukum yang terlibat dan bertanggung jawab dalam rangkaian peristiwa tersebut,” kata Atnike dalam siaran pers Komnas HAM pada Selasa, 22 Mei 2024. (Rep-02)