LBHM menyatakan, kekhawatiran program amnesti akan meresahkan masyarakat seharusnya tidak ada sepanjang proses pemasyarakatan di dalam lembaga pemasyarakatan betul-betul dijalankan.
“Program pemasyarakatan sejatinya adalah program untuk membina dan membimbing para terpidana agar menempuh reintegrasi sosial di tengah-tengah masyarakat. Dengan demikian, seharusnya para terpidana yang menjadi target amnesti telah mendapatkan bimbingan dan pelatihan yang sesuai yang akan mampu menempatkannya kembali ke dunia kerja,” ujarnya.
Pemerintah juga bisa belajar dari pengalaman percepatan asimilasi yang dilakukan pada masa Pandemi Covid-19. Monitoring dari LBHM menunjukkan bahwa di tengah asimilasi sekitar 40 ribu terpidana pada April-Agustus 2020, hanya ada 72 narapidana yang kembali diberitakan melakukan kejahatan. Persentase residivisme yang kecil ini juga bisa didorong dengan kebijakan-kebijakan perlindungan sosial yang sesuai dengan kebutuhan para narapidana.
LBHM menyoroti, program amnesti akan diberikan kepada yang masih muda dan produktif menjurus ke diskriminasi berbasis usia atau ageism. Hal ini seperti kontradiktif dengan upaya pemerintah, terutama Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, untuk memanusiakan lansia yang menjadi narapidana.
“Selama ini pemerintah sudah cukup berbangga dengan sikapnya untuk membentuk the Jakarta Statement on the Treatment of Elderly Prisoners dengan mengakui bahwa narapidana lanjut usia di Indonesia memiliki kebutuhan berbeda dengan narapidana lain,” imbuh Albert.
LBHM menegaskan jika program amnesti diberikan hanya kepada mereka yang produktif, semakin kuat pandangan masyarakat bahwa program amnesti ini bukan tentang keadilan, tetapi sepenuhnya urusan untung-rugi ekonomi.
“Sudah sepatutnya Amnesti dikembalikan kepada ikhtiarnya sebagai mekanisme untuk memperbaiki kesalahan peradilan pidana dan penghukuman di masa lalu. Terhadap pengguna narkotika, pemerintah seharusnya menempatkan program amnesti ini sebagai pengakuan bahwa pengguna narkotika tidak boleh dipenjara,” terang Albert.
Dia menegaskan, LBHM menuntut, pertama, pemerintah mengembalikan tujuan amnesti pada pemenuhan keadilan dan Hak Asasi Manusia, khususnya untuk memperbaiki kesalahan penghukuman dalam kasus narkotika dan kasus kebebasan berpendapat. Kedua, memaksa pemerintah untuk mencabut syarat wajib mengikuti rehabilitasi dan Komcad pasca amnesti.
Ketiga, mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan program amnesti sesuai dengan standar-standar HAM yang ada, yakni dengan membuka partisipasi terpidana untuk menentukan apa yang ia hendak lakukan setelah amnesti; memastikan tidak ada diskriminasi berbasis usia, gender, atau status sosial lain dalam pemberian amnesti; memberikan informasi yang memadai kepada terpidana dan publik atas ketentuan amnesti.
Artikel lain
Dukung Asta Cita, Telkom Hadirkan Program Pengembangan Talenta Digital Indonesia
Longsor di Desa Kasimpar Pekalongan 17 Orang Meninggal Dunia
Komisi IX DPR Tegaskan Perlu Dievaluasi Program Makan Bergizi Gratis
Keempat, untuk meredakan anggapan bahwa amnesti akan menyebabkan keresahan di masyarakat, pemerintah perlu memastikan bahwa sistem dukungan bagi mereka yang baru menjalani amnesti agar mereka bisa menempuh reintegrasi di masyarakat. Dukungan ini meliputi tapi tidak terbatas pada, pembiayaan kepulangan mereka ke keluarga, menghubungkan para penerima amnesti dengan fasilitas layanan kesehatan di luar penjara, memberikan layanan perlindungan sosial yang sesuai dalam bentuk jaminan sosial dan bantuan sosial. (Rep-02)