Memorabilia Wartawan Udin di Hari Kebebasan Pers Internasional

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta mempersiapkan pameran seni Memorabilia Wartawan Udin, digelar bertepatan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia, Senin 3 Mei 2021. [Foto Dok AJI Yogyakarta | Rienews]

Narasumber lainnya adalah mantan Redaktur Harian Bernas, Heru Prasetya, Masduki selaku pendiri IndonesiaPENA, Tri Wahyu KH dari Koalisi Masyarakat untuk Udin atau K@MU, dan Anang Saptoto sebagai kurator pameran.

Selain repro foto 20 benda-benda Studio Foto Kresna, pameran ini juga menyajikan repro kliping media massa kasus pembunuhan Udin tahun 1996, 25 poster linimasa Udin yang sebelumnya diproduksi untuk IndonesiaPENA.

Pengunjung bisa melihat mug dengan desain tentang kekerasan terhadap jurnalis di ruang pamer. Benda-benda peninggalan Udin tersebut penting diketahui publik untuk mengingat kembali jejak perjuangan jurnalis Udin semasa hidupnya.

Ada juga enam poster dan satu video animasi motion graphic karya mahasiswa Desain Komunikasi Visual Institut Seni Indonesia tentang advokasi melawan kekerasan terhadap jurnalis.

Enam poster dan satu video animasi ini hasil respon mahasiswa terhadap kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo di Surabaya, Nurhadi saat meliput kasus dugaan suap pajak yang melibatkan bekas Direktur Pemeriksaan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji.

Kasus ini menambah jumlah kasus kekerasan terhadap wartawan. Terjadi tren peningkatan kekerasan terhadap jurnalis di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Data Aliansi Jurnalis Independen Indonesia menunjukkan sepanjang 2020-Mei 2021 terdapat 90 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Periode tersebut menunjukkan angka terbanyak dalam kurun 10 tahun terakhir.

Pelaku kekerasan paling banyak adalah polisi. Jumlah kasus ini meningkat dibanding tahun sebelumnya sebanyak 54 kasus. Bentuk kekerasan di antaranya intimidasi, kekerasan fisik, perusakan alat liputan, perampasan alat kerja hasil liputan, ancaman atau teror.

Lembaga Bantuan Hukum Pers juga mencatat ada 117 kasus kekerasan yang menimpa jurnalis. Pelaku paling banyak polisi. Lalu ada tentara, warga, dan pengusaha. Sebagian besar kasusnya mandek dan tidak ditangani dengan serius hingga ke pengadilan.

Data itu menjadi catatan buruk bagi kepolisian dan tentara karena mereka paling dominan sebagai pelaku kekerasan. Situasi ini tentu tidak baik bagi kehidupan demokrasi di Indonesia.

Media massa punya peran penting menjaga prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum. Media massa bertanggung jawab menjalankan fungsinya sebagai anjing penjaga. Tugas jurnalis mengawasi jalannya pemerintahan. (Rel | Red)