“Kami akan oportunistik, yaitu mencari kesempatan kesempatan yang tepat dan secara terukur sesuai dengan target-target di dalam APBN,” papar Suahasil.
Ia menjabarkan, fleksibilitas pengadaan utang yang dimaksud tersebut meliputi beberapa aspek. Artinya pengadaan utang itu selalu dipikirkan dalam konteks waktuna kapan, besarannya, ukurannya, bentuk instrumennya, dan juga currency mix.
“Termasuk kapan kami terbitkan dalam rupiah, kapan kami terbitkan dalam mata uang asing,” jelas dia.
Penerimaan Pajak Positif Rp149,25 T
Di sisi lain, penerimaan pajak pada Januari 2024 telah mencapai Rp149,25 triliun atau setara 7,5 persen dari target APBN. Dari jumlah tersebut, penerimaan pajak terbesar berasal dari pajak penghasilan (PPH) non migas sebesar Rp83,69 triliun atau sebesar 56,1 persen dari total penerimaan. Dilanjutkan pajak pertambahan nilai (PPN) Rp57,76 triliun, serta pajak bumi dan bangunan (PBB) sebesar Rp810 miliar. Sementara, realisasi penerimaan dari PPH migas mencapai Rp 6,99 triliun atau setara 9,15 persen dari target APBN.
“Kami lihat dari sisi penerimaan pajak bruto, trennya masih mengalami kenaikan. Jadi penerimaan pajak masih cukup positif, meskipun kami tahu tahun 2021-2022 pertumbuhan penerimaan pajak sangat tinggi,” ungkap Sri Mulyani.
Selanjutnya, berdasarkan aktivitas kegiatan ekonominya, ia mengungkapkan realisasi penerimaan PPN dalam negeri dan impor masih menunjukan tren positif. Selain itu, tren positif juga ditunjukan realisasi penerimaan PPH 21 yang mencapai Rp28,3 triliun atau setara 18,9 persen. Tren tersebut mencerminkan peningkatan jumlah penyerapan tenaga kerja dan perbaikan gaji/upah.
Sementara dari sisi sektoral, kontribusi penerimaan pajak terbesar berasal dari sektor perdagangan dengan realisasi sebesar Rp38,8 triliun atau setara 26,6 persen dari total penerimaan. Kemudian disusul sektor industri pengolahan, jasa keuangan dan pertambangan.
“Jenis-jenis dari penerimaan pajak berdasarkan sektor ini menggambarkan seluruh sektor masih berkontribusi positif terhadap penerimaan pajak kita,” jelas dia.
Ia juga memaparkan realisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai. Bahwa hingga Januari 2024 tercatat realisasi penerimaan dari bea masuk mencapai Rp3,9 triliun, bea keluar Rp1,2 triliun dan penerimaan cukai sebesar Rp17,9 triliun.
Selanjutnya, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 31 Januari 2024 juga tercatat mencapai Rp43,3 triliun atau setara 8,8 persen dari target APBN 2024. Mengenai hal ini, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menyebut kinerja positif ini dipengaruhi oleh moderasi harga komoditas seperti minyak dan batubara, diikuti dengan penerimaan dari Kekayaan Negara yang Dipisahkan, PNBP lainnya, dan pendapatan BLU.
Terkait penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan telah mencapai Rp6,8 triliun berupa setoran dividen interim dari BUMN perbankan, yaitu PT BRI. PNBP lainnya telah tumbuh Rp 15,9 triliun dan ini sedikit lebih tinggi dari yang lalu, terdiri dari pendapatan TAYL. Sementara, pendapatan BLU terkumpul Rp1,7 triliun, karena ada peningkatan pendapatan jasa layanan rumah sakit dan layanan pendidikan.
Artikel lain
Jokowi Lantik AHY dan Hadi Tjahjanto Jadi Menteri Sisa Periode 2019-2024
Presiden Jokowi Terbitkan Perpres Publisher Rights
Jor-joran Bansos dan El Nino, Harga Beras Terus Naik
“Dengan hasil kinerja penerimaan hingga Januari 2024, masih on track melanjutkan kinerja positif untuk menopang arus kas negara yang mendukung realisasi belanja,” kata Suahasil. (Rep-04)
Sumber: Kementerian Keuangan