RUU KUHAP, Koalisi Masyarakat Sipil Desak DPR Transparan dan Terbuka

Gedung DPR RI. Foto dpr.go.id.
Gedung DPR RI. Foto dpr.go.id.

Dalam pertemuan pada 8 April 2025 tersebut, Ketua Komisi III DPR juga menyatakan bahwa RUU KUHAP draft 2025 lebih banyak hasil inisiatif pribadi Ketua Komisi III yang berlatar belakang sebagai advokat, dengan menyoroti bahwa saat ini hak-hak advokat dan tersangka tidak diatur dalam KUHAP.

“Sayangnya, Ketua Komisi III menyampaikan bahwa RKUHAP 2025 tidak dapat mengakomodasi semua keinginan masyarakat. Fokusnya terbatas pada penguatan hak advokat, hak tersangka, dan restorative justice (RJ). Dalam draft ini, Ketua Komisi III menghindari perubahan terhadap kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH), pengenalan kelembagaan baru, untuk menghindari potensi benturan antar APH,” sebut Koalisi.

Koalisi menyayangkan komitmen tersebut, namun, mengedepankan bahwa proses ini adalah bagian dari proses terbuka pembahasan UU. Seluruh materi krusial yang kami sampaikan tidak cukup hanya direspons oleh Ketua Komisi III.

“Kami akan memantau dan melakukan seluruh rangkaian advokasi pembahasan RUU KUHAP, pada seluruh elemen Pemerintah dan DPR yang bertanggungjawab pada seluruh proses pembahasan RUU KUHAP. Oleh karena itu Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mengajak semua pihak untuk memberikan perhatian serius, memastikan bahwa setiap langkah dalam proses legislasi ini benar-benar mencerminkan kepentingan publik dan dilakukan dengan tidak tergesa-gesa”.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP mendesak:

1. Komisi III DPR RI untuk segera membuka akses informasi terkait draf RKUHAP dan diskusi-diskusi pembahasannya dengan Kementerian/Lembaga negara yang telah tertutup sejak Januari hingga pertengahan Maret 2025. Tertutupnya proses pembahasan ini telah mengakibatkan tidak adanya partisipasi bermakna dari berbagai pihak yang selama ini berkontribusi dalam sistem peradilan pidana, termasuk organisasi profesi, akademisi, advokat, lembaga layanan korban, komunitas korban, kelompok rentan, serta masyarakat sipil lainnya. Proses yang terkesan terburu-buru ini semakin diperparah dengan pernyataan bahwa target pembahasan RKUHAP tidak akan melebihi dua kali masa sidang. Padahal, RKUHAP secara keseluruhan mencakup sebanyak 334 pasal dengan total daftar inventarisasi masalah (DIM) yang perlu dibahas mencapai 1570 pasal/ayat pada bagian batang tubuh dan 590 pasal/ayat pada bagian penjelasan. Oleh karena itu, kami menekankan pentingnya melibatkan semua elemen secara aktif dalam proses ini agar hasil akhir dapat mencerminkan kebutuhan dan aspirasi masyarakat secara menyeluruh.

Artikel lain

Suara Ibu Indonesia: Lindungi Mahasiswa dan Batalkan UU TNI

Dua Terdakwa Pembunuh Wartawan di Karo Divonis Seumur Hidup

Respons Revisi UU TNI, Connie Bakrie Tulis Surat Terbuka kepada Panglima TNI

2. Kami mendesak agar sembilan isu krusial yang saat ini tidak diakomodir dalam draf RKUHAP segera dimasukkan ke dalam penyusunan dan pembahasan RUU KUHAP yang akan datang. Tanpa memasukkan sembilan isu krusial ini ke dalam draf RKUHAP, maka KUHAP baru yang akan dihasilkan tidak akan mencerminkan prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia dan tidak mengatasi masalah KUHAP saat ini. Oleh karena itu, kami menekankan urgensi untuk mengintegrasikan semua aspek tersebut demi tercapainya reformasi sistem peradilan pidana yang lebih baik dan terciptanya KUHAP yang adil dan beradab.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP terdiri dari, YLBHI, LBH Jakarta, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), PBH, KontraS, AJI Indonesia, Aksi Keadilan, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Indonesian Legal Resource Center (ILRC), Koalisi Reformasi Kepolisian, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (BEM FH UI), LBH Masyarakat, Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers), Imparsial, Perhimpunan Jiwa Sehat, LBH APIK Jakarta, Themis Indonesia, PIL-Net, Amnesty International Indonesia, Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD). (Rep-02)