Miliki 42 Ribu Undang-Undang, Indonesia Dinilai Obesitas Regulasi

Fakultas Hukum UGM bekerjasama dengan International Development Law Organization (IDLO) di Indonesia, Bappenas, serta Kedutaan Besar Kerjaan Belanda, menggelar seminar Reformasi Birokrasi dan Delapan Tahun Pelaksanaan Bantuan Hukum, Senin 17 Desember 2018, di University Club UGM. [Foto Ist | Rienews]

RIENEWS.COM – Indonesia dinilai mengalami ‘obesitas regulasi’ dengan memiliki sekitar 42.000 regulasi dari mulai tingkat undang-undang hingga peraturan walikota/bupati. Hal ini dianggap kerap terjadinya tumpang tindih regulasi.

“Terjadi obesitas peraturan, terlampau banyak dan tumpang tindih,” kata Deputi Bidang Politik dan Keamanan Sekertariat Kabinet, Fadliansyah Lubis, dalam Seminar Nasional Akses Terhadap Keadilan dan Reformasi Regulasi Dalam Perencanaan Pembangunan Hukum di University Club UGM, pada Senin 17 Desember 2018.

Seminar digelar Fakultas Hukum UGM bekerjasama dengan International Development Law Organization (IDLO) di Indonesia, Bappenas, serta Kedutaan Besar Kerjaan Belanda. Mendiskusikan dua persoalan utama yakni terkait Reformasi Birokrasi dan Delapan Tahun Pelaksanaan Bantuan Hukum. Seminar turut menghadirkan pembicara seperti Sukoyo (Direktur Produk Hukum Daerah Kemendagri), Djoko Pudjiharjo (Kepala Pusat Penyuluhan Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional), Zainal Arifin Mochtar ( dosen FH UGM), Fajri Nursyamsi (Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan).

Situasi tersebut, acap kali menyebabkan terjadinya disharmoniasi aturan. Hal itu menjadikan pembangunan nasional berjalan lambat. Disamping itu, pembuatan peraturan perundangan belum mengutamakan kualitas, masih mengejar kuantitas mengikuti penyerapan anggaran. Kondisi ini belum sesuai dengan arahan Presiden untuk lebih mengutamakan kualitas dibandingkan kuantitas dalam pembuatan peraturan perundang-undangan.

Baca Berita: Rangga Muslim, Sosok Turut Andil Bawa PSS Sleman Juara Liga 2

Fadliansyah memaparkan persoalan lain adalah database yang tersebar di berbagai kementerian/lembaga. Sementara ego-sektoral di setiap kementerian masih besar, antar kementerian dengan kementerian lainnya masih mengutamakan kepentingannya masing-masing sehingga tidak tercipta peraturan yang harmonis, yang merugikan negara.

“Solusinya harus ada lembaga tunggal di bidang legislasi yang merencanakan, merumuskan, mengontrol, dan mengevaluasi mengenai peraturan perundang-undangan,” kata Fadliansyah.

Pembentukan ini lembaga ini dapat menjadi solusi persoalan ‘obesitas regulasi’ di Indonesia. Di samping itu, Fadialnsyah menyampaikan gagasan pembentukan lembaga khusus yang menangani peraturan perundang-undangan sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo utuk melaksanakan reformasi di bidang hukum.