Deepfake dan Scam Warnai Tahun Pertama Rezim Prabowo

Mafindo menggelar Diskusi Media bertajuk “Potret Hoaks Setahun Pemerintahan Prabowo–Gibran”, bagian refleksi lanskap hoaks di Indonesia selama satu tahun terakhir. Foto Istimewa.
Mafindo menggelar Diskusi Media bertajuk “Potret Hoaks Setahun Pemerintahan Prabowo–Gibran”, bagian refleksi lanskap hoaks di Indonesia selama satu tahun terakhir. Foto Istimewa.

Contoh lain, deepfake “Ibu Ana berkerudung pink” dibuat untuk mendelegitimasi kelompok aksi penyampaian aspirasi.

Ancaman tidak berhenti di sana, menurut Septiaji, scam adalah jenis hoaks yang sering luput dari sorotan media, padahal korbannya sangat masif, dan bisa menimpa siapa saja.

”Kami menemukan scam kini semakin canggih karena sudah memanfaatkan AI dan big data hasil kebocoran data pribadi. Salah satu tren menonjol adalah scam yang mengatasnamakan BUMN seperti Pertamina, PLN, dan Telkom, dengan modus rekrutmen kerja palsu, investasi fiktif, atau ujaran kebencian. Ini ancaman serius bagi siapa pun,” tambah Septiaji.

Presidium Mafindo Pengampu Komite Litbang, Loina Lalolo Krina Perangin-angin, menyoroti peran AI dalam produksi konten palsu.

“Kami menemukan peningkatan signifikan konten hoaks berbasis AI, terutama deepfake yang sulit dideteksi publik awam. Narasi semacam ini mudah menggerus kepercayaan publik terhadap lembaga negara dan korporasi besar, termasuk BUMN,” ujarnya.

Akademik, Prof. Dr. Lely Arrianie, M.Si., Guru Besar  LSPR Institute of Communication and Business menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat ketahanan masyarakat.

Literasi digital bukan sekadar kemampuan teknis, tapi juga kemampuan kritis dan sosial untuk memahami konteks di balik informasi yang beredar.  Kolaborasi antara pemerintah, BUMN, media, dan komunitas literasi digital menjadi kunci memperkuat ketahanan masyarakat.

“Di samping itu pemerintahan Prabowo yang baru berjalan 1 tahun ini rawan diganggu dengan segala bentuk hoaks, baik dalam pelaksanaan dan fungsi kepemimpinan, kebijakan yang mungkin dianggap tidak sensitif rakyat. Masalah hukum, politik, ekonomi dan pendidikan, maupun pada aspek pertahanan keamanan. Karena itu para elit komunikasi hendaknya melek literasi dan adaptif terhadap perkembangan teknologi,” kata Lely Arrianie.

Diskusi ini dihadiri jurnalis, akademisi, dan komunitas literasi digital, serta menjadi bagian dari upaya Mafindo untuk memperkuat ruang publik yang lebih sehat dan berbasis fakta di Indonesia. (Rep-02)