EKBIS  

LBH Jakarta dan CELIOS Buka Posko Pengaduan Korban ’Pertamax Oplosan’

Foto Dok Rienews.com.
Foto Dok Rienews.com.

RIENEWS.COM – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Center of Economic and Law Studies (CELIOS) membuka posko pengaduan bagi warga korban Pertamax oplosan.

Peneliti Hukum CELIOS, Muhamad Saleh menjelaskan bahwa kasus Pertamax oplosan mencerminkan buruknya tata kelola energi di Indonesia, mulai dari subsidi BBM yang tidak transparan, lemahnya pengawasan, hingga minimnya akuntabilitas dalam pengadaan minyak.

Mekanisme yang ada cenderung reaktif, bukan preventif, sementara data impor dan transaksi pembelian minyak tidak terbuka bagi publik, membuka celah bagi praktik korupsi. Sayangnya, penyelesaian kasus korupsi di sektor ini masih berfokus pada kerugian negara, bukan pemulihan hak rakyat yang terdampak.

Dia menekankan pentingnya langkah konkret dalam mengatasi korupsi energi. Masyarakat yang dirugikan akibat kualitas BBM yang buruk atau kenaikan harga akibat praktik korupsi harus mendapatkan kompensasi yang layak. Publik juga perlu diberikan ruang hukum yang efektif untuk menggugat pelaku korupsi, baik melalui class action maupun citizen lawsuit, guna memperkuat aspek keadilan bagi korban.

Transparansi dalam kualitas BBM harus menjadi kewajiban, sehingga masyarakat memiliki akses terhadap informasi terkait bahan bakar yang mereka gunakan. Setiap kerugian akibat korupsi BBM harus dikembalikan kepada rakyat, bukan hanya menjadi pemasukan negara yang tidak berdampak langsung pada pemulihan masyarakat.

Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda mengungkapkan, hingga saat ini pemerintah hanya fokus kepada kerugian negara, namun tidak menghitung kerugian masyarakat sebagai konsumen Pertamax. Terdapat kerugian konsumen atau consumer loss yang ditimbulkan akibat adanya kasus Pertamax Oplosan. Kerugian ini ditimbulkan akibat masyarakat membayar lebih mahal barang dengan kualitas RON90, padahal membayar dengan harga kualitas RON 92.

“Akibatnya terdapat kerugian konsumen secara langsung sebesar Rp47 miliar per hari atau Rp17,4 triliun selama satu tahun praktik pengoplosan. Dampaknya menghilangkan Produk Domestik Bruto sebesar Rp13,4 triliun karena dana masyarakat yang seharusnya bisa dibelanjakan untuk keperluan lainnya, justru digunakan untuk menambah selisih harga Pertamax oplosan,” kata Huda dalam siaran pers pada Jumat, 28 Februari 2025.

Artikel lain

Korupsi BBM Pertamina, Dirdik Jampidsus: Blending RON88 dengan RON92

Korupsi BBM di Subholding Pertamina, DPR Desak Dilakukan Audit Total

Patgulipat Korupsi Tata Kelola Minyak di Subholding Pertamina, Negara Rugi Rp193 Triliun