“Berdasarkan laporan tahunan terakhir kejaksaan yang saya baca, terdapat puluhan triliun rupiah piutang negara yang belum ditagih. Presiden harus mendorong KPK dan kejaksaan untuk memastikan pelaku korupsi membayar uang pengganti tersebut,” tegas Yuris.
Ketiga, Yuris mengusulkan langkah terkait kebijakan untuk memperkuat pemberantasan korupsi di Indonesia melalui pengesahan RUU Perampasan Aset. Dengan melacak aset-aset tersebut, negara dapat lebih mudah merampas hasil kejahatan untuk dikembalikan sebagai aset negara.
Yuris juga mendesak revisi UU Tipikor dengan memasukkan pasal mengenai illicit enrichment atau kekayaan tidak sah.
“Pasal ini memungkinkan negara memeriksa pejabat publik yang memiliki kekayaan tidak sesuai dengan penghasilannya. Jika tidak bisa membuktikan asal usul kekayaan tersebut, negara dapat merampasnya,” tutur Yuris.
Selain kebijakan, Yuris menyoroti pentingnya memperbaiki penegakan hukum. Ia mengkritik kondisi aparat penegak hukum saat ini, termasuk KPK yang belum optimal dalam menjalankan tugasnya.
“KPK yang dulu diharapkan menjadi garda terdepan pemberantasan korupsi kini kehilangan taring. Reformasi di tubuh KPK, kepolisian, dan kejaksaan menjadi mutlak. Presiden harus memastikan integritas aparat dan sistem penegakan hukum ditingkatkan,” tegas dia.
Menutup pernyataannya, Yuris menegaskan bahwa pemberantasan korupsi memerlukan komitmen serius apabila Presiden Prabowo benar-benar ingin mewujudkannya.
Artikel lain
Dinsos Sumut Berbagi Tali Asih di UPT Tuna Susila dan Tuna Laras Berastagi
PMI DIY Gelar Peringatan Hari Relawan PMI 2024 di Mandala Krida
Telkom Regional I Sumatera Tanam 5.000 Bibit Mangrove di Desa Tanjung Rejo
“Negara kita adalah negara hukum. Maka tindakan pemerintah harus dikonstruksikan dalam bentuk kebijakan publik, bukan sekadar pidato atau komitmen lisan belaka,” ucap dia. (Rep-04)
Sumber: UGM