Alasannya, banyak peraturan yang tumpah tindih sehingga diperlukan penyesuaian berbagai kebijakan untuk menguatkan sistem kesehatan secara integratif dan holistik dalam satu undang-undang yang komprehensif.
“Sekaligus pembaharuan hukum di bidang kesehatan melalui metode Omnibus Law,” lanjut Sufmi.
Dilansir dari sejumlah pemberitaan, kelahiran Perppu Cipta Kerja telah bermasalah. Sebab Presiden dinilai tidak menjalankan amanat Putusan Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 yang memerintahkan pemerintah untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dalam kurun waktu dua tahun dengan mengedepankan partisipasi bermakna dari masyarakat. Mengingat kelahiran UU Cipta Kerja pun ditentang publik karena tidak melibatkan partisipasi publik.
Artikel lain
Pinang Impor Myanmar Ditolak Masuk Indonesia
Besok, 15 Ribu PRT Aksi Puasa Mendesak DPR Tetapkan RUU PPRT Jadi RUU Inisiatif
F1H20 Danau Toba, Apa Dampaknya bagi Masyarakat Sumut
Dan kekhawatiran yang sama juga terjadi terhadap RUU Kesehatan. Lantaran metode Omnibus Law dinilai mengabaikan partisipasi publik dan tidak melibatkan semua pihak yang terkait dengan aturan tersebut.
Sebanyak 13 RUU tersebut sudah dibahas dalam Pembicaraan Tingkat I. Selanjutnya akan dibahas dalam persidangan DPR usai reses. Sementara RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) tak masuk dalam 13 RUU tersebut untuk ditetapkan menjadi RUU inisiatif DPR. Padahal RUU PPRT sudah disepakati Pleno Badan Legislatif (Baleg) DPR pada 1 Juli 2020 untuk diserahkan ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR. Selanjutnya diagendakan dalam Rapat Paripurna DPR untuk ditetapkan sebagai RUU Inisiatif. Dan Presiden Joko Widodo pada 18 Januari 2023 menyatakan akan mempercepat pengesahan RUU PPRT. Rancangan aturan itu telah 19 tahun berproses menajdi RUU dan 2,5 tahun terkatung-katung di Bamus DPR. (Rep-04)
Sumber: DPR