Ini Tiga Faktor Penyebab Banjir Bandang di Kabupaten Luwu Utara

Kepala BNPB Doni Monardo (tengah) didampingi Plt. Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Dody Ruswandy (dua kanan) dan Tenaga Ahli BNPB Egy Massadiah (kanan), berbincang dengan Kalaks BPBD Luwu Selatan, Muslim (dua kiri) saat meninjau kondisi pascabencana banjir bandang di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Jumat 17 Juli 2020. [Foto BNPB | Rienews]

RIENEWS.COM – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengungkap tiga faktor yang menjadi penyebab utama banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, pada Senin 13 Juli 2020.

Hal tersebut diungkapkan Doni saat meninjau kondisi pascabencana di Masamba, Kabupaten Luwu Utara, baik melalui udara maupun darat secara langsung, pada Jumat 17 Juli 2020.

Dalam siaran pers yang diterima redaksi dari Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati, Sabtu 18 Juli 2020, menyatakan, analisa sementara penyebab terjadinya banjir bandang yang pertama menurut Kepala BNPB Doni Monardo adalah faktor cuaca.

Menurut catatan dan hasil peninjauan, tingginya curah hujan yang terjadi antara tanggal 12 sampai 13 Juli 2020, secara langsung telah menyebabkan Sungai Rongkong, Sungai Meli dan Sungai Masamba meluap.

Hal itu juga diperkuat dengan analisis tim LAPAN melalui monitoring satelit Himawari-8 yang menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas tinggi terjadi cukup lama pada Minggu 12 Juli 2020, sekitar pukul 22.00 WITA hingga Senin 13 Juli 2020,  pukul 06.00 WITA. Kemudian pada siang harinya, hujan lebat kembali terjadi pada pukul 13.00 WITA malam hari.

Baca Berita: 

Update Banjir Bandang Luwu Utara, Korban Meninggal Dunia Bertambah Menjadi 36 Orang

Tahun 2021 Dinas BMBK Sumut Akan Bangun Jalan Alternatif Medan-Berastagi

“Analisa sementara tentunya curah hujan yang sangat besar. Tadi ibu bupati mencatat intensitas hujan antara 200 sampai 300 mm dalam waktu yang sangat singkat, antara tanggal 12 dan 13 Juli 2020,” jelas Doni.

Kemudian, Doni juga melihat adanya alih fungsi hutan menjadi lahan untuk pertanian dan pertambangan atau mining di wilayah hulu yang berada di bagian atas Gunung Lero.

Lebih lanjut, Doni masih menganalisa apakah penyerapan air ke dalam tanah tidak terjadi secara maksimal saat hujan lebat akibat gundul, sehingga menyebabkan air mengalir bebas menerjang di bagian hilir dan permukiman padat penduduk.

“Bagian selatan (Gunung Lero) yang mengarah ke Kota Masamba itu terkelupas (gundul). Kalau itu sudah lama, biasanya pasti kita bisa melihat ada tutupan sebagian dengan tanaman perdu, tanaman merambat misalnya. Tetapi tadi kita perhatikan dari jarak jauh (dari atas), itu belum ada tutupan, artinya masih baru,” jelas Doni.