AJI Yogyakarta Buka Layanan Hotline Bagi Jurnalis Korban Kekerasan Seksual

Korban kekerasan seksual. Foto ilustrasi.
Korban kekerasan seksual. Foto ilustrasi.

RIENEWS.COM – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta mendorong jurnalis perempuan penyintas kekerasan seksual berani bersuara dan mencari bantuan. AJI Yogyakarta membuka layanan hotline bagi jurnalis korban kekerasan termasuk kekerasan seksual.

AJI Yogyakarta yang turut berpartisipasi dalam kampanye 16 Days of Activism against Gender-Based Violence 2023 atau Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan (HAKTP) 2023. Gerakan yang berlangsung serempak di seluruh dunia, mulai 25 November hingga 10 Desember 2023, mengajak pemerintah dan masyarakat luas untuk menghapus tindakan kekerasan terhadap perempuan.

Koordinator Divisi Advokasi, Gender dan Kelompok Minoritas AJI Yogyakarta, Nur Hidayah Perwitasari mengatakan, kasus kekerasan seksual terhadap perempuan masih menjadi persoalan serius dalam aktivitas sehari-hari. Tidak terkecuali di kalangan pekerja media.

“Jurnalis perempuan termasuk kelompok rentan yang berpotensi menjadi korban kekerasan seksual,” ungkap Wita dalam siaran pers AJI Yogyakarta, Sabtu, 25 November 2023.

Menyitir riset berjudul Kekerasan Seksual terhadap Jurnalis Perempuan Indonesia yang dilakukan pada September-Oktober 2022 oleh AJI Indonesia bersama Pemantau Regulasi dan Regulator Media (PR2Media) dan didukung International Media Support (IMS), kata Wita, menunjukkan hasil sangat mengejutkan.

“Survei tersebut melibatkan responden sebanyak 852 jurnalis perempuan di 34 provinsi. Hasilnya, 82,6 persen responden menyatakan pernah mengalami kekerasan seksual di tengah aktivitas jurnalistik mereka,” jelasnya.

Kondisi tersebut, menunjukkan bahwa isu kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan ini sangat penting untuk menjadi perhatian bersama.

“Tentu, tidak boleh hanya dipandang sebelah mata,” ungkapnya.

Dalam riset tersebut, sedikitnya ada sepuluh jenis kekerasan seksual yang dialami para jurnalis perempuan.

Pertama, body shaming secara luring (58,9 persen dari total responden). Kedua, catcalling secara luring (51,4 persen). Ketiga, body shaming secara daring (48,6 persen). Keempat, menerima pesan teks maupun audio visual yang bersifat seksual dan eksplisit secara daring (37,2 persen).

Kelima, sentuhan fisik bersifat seksual yang tidak diinginkan secara luring (36,3 persen). Keenam, komentar kasar atau menghina bersifat seksual secara luring (36 persen). Ketujuh, komentar kasar atau menghina bersifat seksual secara daring (35,1 persen). Kedelapan, diperlihatkan pesan teks maupun audio visual yang bersifat seksual dan eksplisit secara luring (27,2 persen). Kesembilan, dipaksa menyentuh atau melayani keinginan seksual pelaku secara luring (4,8 persen). Kesepuluh, dipaksa melakukan hubungan seksual secara luring (2,6 persen).

Artikel lain

Masa Kampanye Pemilu 2024 Berpotensi Banyak Pelanggaran

Perkara PHK Jurnalis Akurat.co Berlanjut ke PHI Yogyakarta

Jenderal TNI Agus Subiyanto Dilantik sebagai Panglima TNI