Berulang kali banyak pihak menyebut kekerasan seksual sebagaimana fenomena gunung es. Sebab, kekerasan seksual bisa terjadi di mana pun berada. Mulai dari lingkungan kerja, sosial, pendidikan, kesehatan, bahkan keluarga.
“Tidak banyak korban kekerasan seksual yang berani bersuara, termasuk di dunia kerja jurnalis. Sehingga banyak kasus tidak muncul di permukaan,” katanya.
Bila kondisi ini dibiarkan begitu saja, tentu akan menjadi ancaman berbahaya bagi lingkungan kerja pers.
“Untuk itulah, AJI Yogyakarta membuka ruang pengaduan yang aman dan nyaman bagi korban. Kami terus mendorong agar korban berani bersuara dan mencari bantuan,” katanya.
Layanan aduan kasus kekerasan seksual bagi jurnalis di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melalui Nomor Hotline KS AJIYO +62 857-2944-4800.
“Layanan ini tentu mengedepankan prinsip kesetaraan, berpersektif kepada penyintas serta menjamin kerahasiaan dan keamanan data. Selain pendampingan, kami juga bekerjasama dengan lembaga penyedia layanan psikologi,” tegasnya.
Di sisi lain, Wita menyayangkan bahwa situasi ini belum sepenuhnya mendapatkan perhatian serius dari kebanyakan perusahaan pers.
“Faktanya, hingga saat ini, belum banyak perusahaan pers yang memiliki standard operating procedure (SOP) untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan,” ujarnya.
Maka dari itu, lanjutnya, AJI Yogyakarta mendorong setiap perusahaan pers untuk membuat aturan pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual.
Artikel lain
Hari Pertama Gencatan Senjata Israel-Hamas, Pengungsi Palestina Hendak Pulang Ditembak
Menlu Retno Kutuk Agresi Israel ke RS Indonesia di Gaza
Presiden Jokowi Tegaskan Indonesia Akan Terus Dukung Perjuangan Palestina
“Ruang kerja pers sebagai penjaga demokrasi harus kondusif untuk menciptakan profesionalitas,” pungkas Wita. (Rep-02)