Bagaimana jalan keluar dari kemelut sejarah ini?
Prof. Asvi mengatakan, Antoon de Baets, menulis buku Responsible History (New York, Berghann Books, 2009). Di dalam buku ini ia menguraikan tipologi rekayasa sejarah atau penyalahgunaan sejarah (abuses of history) yang terjadi pada level heuristik, epistemologik dan pragmatik. Sebagai jalan keluarnya, ia menawarkan sejarah yang bertanggungjawab. Ada dua persyarakatan utama, yaitu keakuratan (to find the truth), kejujuran (to tell the truth), dan perguruan tinggi harus menjalankan peran tetap bergerak dalam pemberdayaan masyarakat dalam merawat demokrasi dan HAM.
Dekan Fakultas Psikologi UII, Qurrotul Uyun mengatakan, dalam konteks psikologi klinis yang fokus pada riset individu misalnya, trauma harus diselesaikan. Jika trauma tidak dibersihkan secara tuntas, itu akan memengaruhi dan muncul kembali di kehidupan-kehidupan masa depan, baik di keturunan, maupun generasi berikutnya dari individu tersebut.
Ia mengatakan, orasi kebudayaan Prof. Asvi ini juga dapat menjelaskannya dalam konteks sosial yang lebih besar.
Acara orasi kebudayaan agenda rutin setiap akhir tahun FISB UII, kali ini i mengusung tema “Perguruan Tinggi dan Krisis Memori Kolektif terhadap Pelanggaran HAM di Indonesia dari Era Soeharto hingga Jokowi”.
Acara ini juga sekaligus dimaksudkan sebagai memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia, dan peluncuran jurnal pengabdian masyarakat FISB UII yang bernama Community Transformation Review. Sebuah jurnal yang didedikasikan sebagai ruang diseminasi para akademisi dan aktivis sosial mengkomunikasikan aktivitas pemberdayaan dan gerakan sosialnya dalam bentuk jurnal.
Selain orasi kebudayaan, segenap sivitas akademik UII dan para hadirin yang terdiri dari beragam aktivis dan kampus di Yogyakarta membubuhkan tanda tangan sebagai aksi solidaritas Hari HAM Sedunia.
”Hadirin sekalian silakan ikut tanda tangan sebagai bentuk aksi solidaritas terhadap korban-korban pelanggaran HAM di Indonesia selama ini dan menuntut agar negara mengusut tuntas dan menyelesaikan beragam pelanggaran HAM berat yang sampai hari ini juga belum selesai,” kata Dekan FISB UII sekaligus Ketua PSAD UII, Prof. Masduki dalam siaran pers.
Ia menegaskan, aksi ini merupakan bukti bahwa publik banyak masih terus menggedor negara agar tidak menutup dan segera menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang tak kunjung usai, bahkan kini muncul dugaan sejarah pelanggaran HAM ini hendak direkayasa dan ditutupi oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia lewat pembuatan buku sejarah nasional versi pemerintah. (Rep-Red)






