“Jiwa yang sakit bukan bermula dari narkoba, melainkan dari beban pikiran yang membuat mereka stres berat. Seperti adanya persoalan keluarga cenderung dihadapi mereka Untuk pengecekan rutin jiwa, dilakukan satu bulan sekali oleh dokter jiwa langsung datang ke Tunalaras,” kata Romianto.
Dalam merawat pasiennya, Tunalaras juga membina dan menggali potensi kreativitas pasiennya. Mereka yang disebut alami gangguan kejiwaan, nyatanya mampu “menciptakan” kerajinan produk bernilai rupiah. Mulai dari kerajinan gelang, tataboga hingga memproduksi sabun cair.

“Kami membuatnya pada hari biasa, dan akan dijual ke pasaran seperti Pajak Berastagi setiap hari Minggu. Keuntungannya bisa kami pakai buat keperluan pribadi,” kata Nenny Aceh, penghuni Tunalaras.
Selain itu, sebut Nenny, mereka juga belajar tataboga, hasilnya juga didistribusikan ke pusat perbelanjaan di Kota Berastagi.
“Pastinya kehidupan yang kami jalani di sini tidak ubah dengan kehidupan seperti manusia lain nya berada di rumah,” ungkap Nenny.
Meski telah dinyatakan sembuh, namun Nenny tak kunjung dijemput keluarganya. Nenny yang telah menetap selama 4 tahun di Tunalaras Berastagi, mengaku rindu dengan suasana tempat tinggalnya di Simpang Limun, Kota Medan, Sumatera Utara.
“Aku udah rindu kampung halamanku di kawasan Simpang Limun Medan. Meski sudah dinyatakan sehat, belum juga dijemput pihak keluargaku. Aku berharap dijemput pihak keluarga secepatnya,” ujar Nenny.
Lain halnya dengan Bondo Silalahi, warga asal Paropo, Kabupaten Dairi, Sumatera Utara. Meski telah 15 tahun di Tunalaras Berastagi, Bondo menegaskan tidak berkeinginan pulang kepada keluarganya.
Bondo betah tinggal di Tunalaras Berastagi, bersama teman-temannya.
Hal yang sama ditegaskan Berry Manda Siregar, penduduk Kampung Baru, Kota Medan, yang kini memasuki tahun ke 6 di Tunalaras Berastagi, dan Indra Sayangan Harahap, warga Gunungtua, Kabupaten Padang Lawas Utara, Sumatera Utara, dan Juliani warga Medan.
Indra sudah 4 tahun di Tunalaras Berastagi, menanyakan untuk apa dirinya pulang ke rumah.
“Buat apa saya pulang ke rumah. Di sini juga enak kehidupannya. Jika di rumah belum tentu kita bisa makan ikan tongkol dan daging. Di Tunalaras bisa kita dapati semuanya, apa lagi makan daging seminggu tiga kali bisa kita nikmati,” katanya. (Bay)