Koalisi Masyarakat Sipil Tagih Janji Prabowo dan DPR Sahkan RUU PPRT

RUU PPRT disetujui menjadi RUU inisiatif DPR, 21 Maret 2023. Foto Istimewa.
RUU PPRT disetujui menjadi RUU inisiatif DPR, 21 Maret 2023. Foto Istimewa.

RIENEWS.COM – Di peringatan Hari Buruh Internasional (May Day), 1 Mei 2025, Presiden Prabowo Subianto menyampaikan bahwa ia akan mendorong pengesahan Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi UU PPRT dalam waktu tiga bulan. Prabowo memastikan kepada Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad bahwa DPR dalam waktu satu pekan akan segera membahas RUU PPRT tersebut.

Enam bulan berlalu sejak komitmen itu disampaikan, hingga hari ini, Rabu, 29 Oktober 2025, janji tersebut tak terwujud. Bahkan pengesahan RUU ini isalip oleh RUU BUMN yang tak sampai sebulan sudah langsung disahkan menjadi UU BUMN.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk UU PPRT menagih janji Presiden Prabowo dan DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT menjadi UU PPRT. Sebab, dengan UU PPRT maka para pekerja rumah tangga akan mendapat kesempatan untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan keamanan dari negara dalam melakukan pekerjaan mereka.

Selama ini, pekerja rumah tangga bekerja tanpa perlindungan sehingga rentan mendapat perlakuan penuh kekerasan dan eksploitasi, bahkan terjadi pelanggaran hak asasi manusia ketika mereka diperlakukan semena-mena dengan bekerja selama 24 jam penuh tanpa cuti dan istirahat.

Lita Anggraeni dari JALA PRT mendesak Presiden Prabowo Subianto dan DPR untuk segera mengesahkan RUU PPRT. Menurutnya, RUU PPRT masih diganjal oleh DPR

“Tahun 2023 harusnya sudah menjadi UU, karena sudah menjadi RUU Inisiatif di DPR, tapi ditahan oleh salah seorang ketua DPR. Jadi kami mempertanyakan kembali, bagaimana sikap pemerintah dan Presiden Prabowo yang sudah menjanjikan bahwa RUU ini akan segera selesai dalam tiga bulan? Penting bagi kami untuk tahu, bagaimana sikap sebenarnya pemerintah, DPR dan para fraksi terhadap RUU PPRT ini? Mengapa masih selalu dikatakan perlu kajian kembali? Pimpinan DPR ini sudah jadi agen perbudakan modern,” ujar Lita.

Diajuga mempertanyakan, ketegasan pemerintah untuk mendorong RUU ini segera disahkan di DPR. Lita mengatakan, korban terus menerus berjatuhan dan situasi perbudakan masih terjadi dan dialami langsung oleh pekerja rumah tangga.

“Kami mendesak agar RUU PPRT ini segera disahkan,” ujar Lita dengan tegas.  

Senada dengan Lita Anggraeni, Eva Kusuma Sundari dari Institut Sarinah, mempertanyakan sikap pemerintah yang selama 21 tahun abai dengan RUU PPRT.

“Kalau pakai interseksi perempuan miskin ga hanya di ranah rumah tangga tapi juga ranah politik. Pengalaman 21 tahun ini adalah penglihatan bagaimana lemahnya DPR lemah dalam memproses RUU PPRT ini. Mereka memproses UU BUMN sekilat itu untuk kepentingan kekuasaan untuk kepentingan kelas atas. Tapi ketika RUU Pro rakyat inisiatif DPR sendiri kok dikalahkan? Harusnya ini inisiatif DPR, ya DPR harus tarung habis-habisan,” ujarnya.