YLBHI menyebutkan, dari data yang dikumpulkan dari berbagai sumber termasuk LBH-LBH di daerah, setidaknya 3.337 massa aksi telah ditangkap sepanjang tanggal 25-31 Agustus 2025 di 20 kota, yaitu Jakarta, Depok, Semarang, Cengkareng, Kab. Bogor, Yogyakarta, Magelang, Bali, Bandung, Pontianak, Medan, Sorong, Malang, Samarinda, Jambi, Surabaya, dan Malang.
Di Surabaya, Jakarta, dan Bandung aparat kepolisian menangkap tidak hanya massa aksi namun juga secara acak menangkap dan melakukan tindak kekerasan terhadap orang-orang yang sedang menjalani aktivitas di sekitar lokasi aksi.
YLBHI menilai Pemerintah Prabowo sedang menyebarkan ketakutan terhadap warga negaranya sendiri. Penggunaan kekerasan, tuduhan kriminal (makar, terorisme) terhadap warga, penangkapan, penyerbuan, dan penembakan gas air mata yang terjadi di dalam kampus, dan pengerahan tentara dalam patroli sudah menunjukkan bahwa aparat gabungan tidak lagi bergerak untuk mengamankan jalannya aksi, namun sudah mengarah pada represi sistematis dan bentuk teror terhadap rakyat.
YLBHI mengingatkan pemerintah untuk instrospeksi diri dan tidak abai terhadap berbagai tuntutan rakyat yang disuarakan melalui aksi massa.
Pasca Presiden Prabowo memerintahkan TNI-Polri melakukan tindakan tegas terhadap massa aksi pada 31 Agustus 2025, menurut YLBHI, skala represi mengalami peningkatan yang signifikan. Pernyataan Presiden Prabowo ditindaklanjuti Kapolri Listyo Sigit dengan perintah tembak massa aksi yang masuk ke kantor polisi.
YLBHI menilai, pernyataan Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, memerintahkan TNI-Polri untuk bekerja sama menjaga keamanan, menunjukkan keputusan keterlibatan tentara secara aktif dalam keamanan dalam negeri.
“Represi kepada masyarakat juga dilakukan dengan pembatasan akses informasi. Ini dilakukan dengan cipta kondisi melarang media massa meliput aksi, dan juga matinya konten live TikTok pasca perusahaan tersebut dipanggil oleh Komdigi. Dampaknya, akses informasi dan hak ekonomi masyarakat terganggu,“ ungkap YLBHI.
Ditegaskan, ini telah melanggar Pasal 28G UUD 1945 yang secara spesifik menyatakan bahwa setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan. YLBHI juga mengingatkan Presiden Prabowo, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, dan juga Panglima TNI Agus Subiyanto untuk tunduk pada Undang-Undang Dasar 1945 yang memandatkan TNI untuk bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara serta juga amanat Reformasi 1998 yang memandatkan militer untuk tidak ikut campur urusan sipil. (Rep-02)
Sumber: OHCHR






