Putusan MK, Masyarakat Tinggal di Hutan Turun Temurun Bebas Sanksi Administrasi

Majelis hakim Mahkamah Konstitusi saat membacakan putusan MK pada Kamis, 16 Oktober 2025, dalam uji materiil Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 110B ayat (1) UU Pencegahan dan Pengrusakan Hutan Dalam UU Penetapan Perpu Cipta Kerja Menjadi UU.
Majelis hakim Mahkamah Konstitusi saat membacakan putusan MK pada Kamis, 16 Oktober 2025, dalam uji materiil Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 110B ayat (1) UU Pencegahan dan Pengrusakan Hutan Dalam UU Penetapan Perpu Cipta Kerja Menjadi UU.

RIENEWS.COM – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membawa angin segar bagi masyarakat yang secara turun temurun bermukim di kawasan hutan. Pada Kamis, 16 Oktober 2025, MK menggelar sidang pembacaan putusan atas permohonan uji materiil UU  Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Pengrusakan Hutan (UUP3H) yang termuat dalam UU Penetapan Perpu Cipta Kerja menjadi UU.

Permohonan tersebut dimohonkan oleh Sawit Watch bersama kuasa hukumnya, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) pada penghujung tahun 2024 lalu.

Dalam putusan MK, dinyatakan bahwa Pasal 17 ayat (2) dan Pasal 110B ayat (1) UU Pencegahan dan Pengrusakan Hutan Dalam UU Penetapan Perpu Cipta Kerja Menjadi UU dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945, sehingga sanksi yang diatur dalam undang undang tersebut harus dikecualikan atau tidak dapat diberlakukan untuk masyarakat yang tinggal di hutan secara turun temurun dan tidak untuk tujuan komersial.

Putusan MK ini atas permohonan uji materiil yang dimohonkan Sawit Watch bersama kuasa hukumnya, Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) pada penghujung tahun 2024 lalu.

Menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi, Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo, menegaskan signifikansinya bagi perlindungan hak-hak masyarakat. Menurutnya, putusan ini tidak hanya sebuah kemenangan, tetapi juga menjadi pemicu untuk evaluasi kebijakan turunan.