“Bahwa dalam objek perkara yang disebutkan dalam perkara perdata, yang diterbitkan surat penetapan oleh Ketua Pengadilan Negeri Kabanjahe, sita ekseskusi tersebut tidak sesuai dengan yang diusahai serta dikuasai oleh pelawan dengan penggugat terkait perkara Reg.No:13/Pdt.G/2010/PN.Kbj tanggal 01 Juni 2011, jo. Reg.No:436/PDT/2011/PT.MDN tertanggal 27 Desember 2011, jo. Reg.No:1684/K/Pdt/2013 tertanggal 13 Oktober 2016 baik luas maupun batas, sehingga sangat tidak beralasan hukum untuk diterbitkan surat penetapan Ketua PN Kabanjahe tanggal 4 Juli 2017 No:11/Pen.Sita eksekusi/2017/13Pdt.G./2010/PN.KBJ tentang sita eksekusi karena mengandung cacat hukum dan tidak mendasar,” ujar Sumber Alam.
Kejanggalan lainnya, kata Sumber Alam, saat eksekusi berlangsung dalam perkara perdata sesuai surat PN Kabanjahe, pihak pemilik objek (Ida Rony) tidak diikutsertakan dalam arus perkara.
“Padahal nyata-nyata pemilik objek telah mempunyai bukti kepemilikan yang sah berupa sertifikat hak milik,” kata Sumber Alam.
Berdasarkan kejanggalan, cacat hukum itu, Sumber Alam Br Sinuraya berdasarkan kuasa yang diberikan Ida Rony Sembiring, meminta majelis hakim PN Kabanjahe mengabulkan permohonan mereka dan membatalkan sita eksekusi.
“Kita minta PN Kabanjahe agar mengabulkan perlawanan pelawan untuk seluruhnya. Menyatakan pelawan adalah ahli waris yang sah dan berhak atas tanah perkara. Menyatakan terlawan tidak berhak atas tanah terperkara. Serta membatalkan putusan pengadilan karena telah keliru dalam memberikan pertimbangan hukum atas putusannya dalam perkara terdahulu. Membatalkan sita eksekusi, menghukum terlawan, dan menyatakan keputusan ini dapat dijalankan lebih dahulu meskipun timbul verzet atau banding,” pungkas Sumber Alam.
Gugatan Ida Rony Sembiring, Jumat 27 Juli 2018, kembali digelar oleh PN Kabanjahe yang dipimpin ketua majelis hakim M. Arif Nahumbang Harahap dan dua anggota majelis hakim Delima Simanjuntak dan Ita Rahmadi.
Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak Ida Rony Sembiring, yakni Lyonst Sitepu dan Chairani Br Surbakti. Sidang tersebut dihadiri pengacara Melimin Purba, Aslia Robianto.
Ida Rony Sembiring mengatakan ayahnya Neken Sembiring meninggal dunia pada 21 Juli 2010. Ibunya, Marta Br Ginting meninggal dunia pada 5 April 2011.
“Saat itu sengketa tanah masih terus berlanjut. Seharusnya hal itu berhenti, mengingat kedua orang tua saya selaku tergugat pertama dan kedua telah meninggal dunia. Sekarang saya akan meneruskan perjuangan kedua orang tua saya, dengan melakukan perlawanan di Pengadilan Negeri Kabanjahe guna merebut kembali harta peninggalan dari orang tua saya yang telah direbut Malemin Purba ahli waris dari alamarhum Terima Purba,” kata Ida Rony dengan isak tangis.
Ida menceritakan saat terjadi eksekusi, ia kehilangan uang puluhan juta dan perangkat elektronik.
“Saat eksekusi berlangsung, pihak Pengadilan Negeri dengan pihak dari Polres Tanah Karo masuk lewat jalan belakang. Perlawanan kami berikan, tetapi kami tetap kalah, dan paling curangnya lagi rumah yang kami dirikan langsung dihancurkan sebagian. Harta benda di dalam rumah juga hilang seperti uang tunai Rp 53.000.000, handphone, dan tablet,” ungkap Ida. (Rep-01)