Kesejahteraan Tidak Diukur Dengan Pembangunan Jembatan-Jalan Tol

Dosen Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Dr. Lilies Setiartiti S.,E., (kanan) saat berbicara tentang perekonomian Indonesia 2018 pada Refleksi Akhir Tahun 2018 dan Outlook 2019 Program Pascasarjana UMY, Sabtu 29 Desember 2018. [Foto Ist | Rienews]

Baca Juga: Seramnya Puting Beliung di Cirebon, 1 Orang Meninggal dan Ratusan Rumah Rusak

“Dampaknya sangat dirasakan oleh warga masyarakat kelas menengah ke bawah seperti petani garam, beras, bahkan ketela,” tegas Lilies.

Banyak petani garam di Madura menangis, karena pemerintah impor garam 1,7 juta ton per tahun dari Australia dengan alasan garam lokal tidak berkualitas.

“Tapi menurut saya itu bukan solusi, harusnya petani garam atau yang lainnya diberikan edukasi bagaimana cara mendapatkan hasil panen yang berkualitas tinggi. Bukan solusinya beli, beli, dan beli. Ini membuat tingkat kebahagiaan Indonesia pun anjlok,” imbuh Lilies

Menukil laporan Kebahagiaan Dunia 2018 yang dikeluarkan PBB untuk mengukur kesejahteraan subjektif, kata Lilies, Indonesia berada di peringkat ke-96, turun dari peringkat 72.

Sementara Finlandia menjadi negara paling bahagia di dunia menggeser posisi Norwegia. (Rep-04 | Rel)