Sejarah Keris Ken Arok
Keris memang memiliki sejarah panjang di Indonesia, salah satunya yang legendaris adalah Keris Ken Arok, kisah ini tercatat dalam Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan Negarakertagama.
Kerisnya dibuat oleh Empu Gandring, seorang pandai besi terkenal pada masa Kerajaan Tumapel (cikal bakal Kerajaan Singasari) pada abad ke-13. Di mana saat itu Ken Arok, seorang bangsawan ambisius, memesan keris sakti kepada Empu Gandring. Namun, sebelum keris selesai sepenuhnya, Ken Arok membunuh Empu Gandring dengan keris tersebut. Saat sekarat, Empu Gandring mengutuk bahwa keris itu akan membawa malapetaka bagi pemiliknya dan tujuh keturunannya.
Kutukan ini terbukti ketika keris tersebut digunakan Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung, penguasa Tumapel, sehingga Ken Arok bisa mengambil alih kekuasaan dan menikahi istri Tunggul Ametung, Ken Dedes.
Ken Arok sendiri terbunuh dengan keris itu oleh Anusapati, anak tirinya. Anusapati dibunuh Tohjaya (putra Ken Arok dari Ken Dedes), Tohjaya kemudian terbunuh dengan keris yang sama, dan kutukan terus berlanjut dalam konflik dinasti Singasari.
Keris Empu Gandring menjadi simbol keserakahan, pengkhianatan, dan nasib tragis akibat perebutan kekuasaan.
Selain Keris Ken Arok, sebenarnya ada lagi Keris yang tidak kalah legend-nya dan sempat kabarnya sempat membuat hubungan Jokowi dengan mas Anies Baswedan bersitegang, yakni Keris Pangeran Diponegoro bernama “Kyai Naga Siluman”.
Keris ini dianggap sakral dan memiliki nilai historis tinggi karena merupakan salah satu senjata utama Diponegoro dalam Perang Jawa (1825-1830). Keris ini sempat disimpan di Belanda sebagai barang rampasan perang, menjadi koleksi museum dan pada 10 Maret 2020, Belanda mengembalikan beberapa benda bersejarah milik Pangeran Diponegoro, termasuk keris tersebut.
Kesimpulannya, pemberian Keris Emas “Kyai Garuda Yaksa” Luk-13 dari Prabowo ke Jokowi kemarin sangat banyak maknanya, bisa berarti positif sebagai simbol Persatuan dan Legitimasi kepemimpinan dari “murid” ke “guru”-nya, sebagaimana juga diakui dalam narasi pidatonya sebelumnya. Namun, tidak salah kalau ada juga yang mengartikan sebagai “buang sial” dengan pemilihan jumlah Luk-13 di bilah kerisnya.
Artikel lain
Setelah Pagar Laut Tangerang Kini Bareskrim Usut Pagar Laut Bekasi
Telin Umumkan Bifrost Cable System Mendarat di Manado
DPR Mulai Menyuarakan Dampak Efisiensi Anggaran Prabowo
Semoga saja kisah Keris Ken Arok yang sempat terjadi pada abad (angka yang sama) ke-13, di atas tidak terjadi lagi di Indonesia, karena “pembunuhan” juga tidak mesti letterlijk diartikan secara harfiah, tetapi bisa juga secara sosial, ekonomi, dan politik. Oleh sebab itu waspadalah, waspadalah…
*Pemerhati Telematika, Multimedia, AI & OCB Independen