RIENEWS.COM – Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) menegaskan, bahwa empat tahun jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidaklah inkonstitusional. Mengingat Pasal 7 konstitusi UUD 1945 telah menegaskan, bahwa “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.
“Jadi yang memiliki masa jabatan lima tahun dalam konstitusi sejatinya adalah presiden, bukan pimpinan KPK,” tegas Direktur PSHK FH UII, Dian Kus Pratiwi dalam siaran pers yang diterima Rienews.com, 27 Mei 2023.
PSHK FH UII mengkritisi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 112/PUU-XX/2022 dalam persidangan MK pada 25 Mei 2023 yang menetapkan masa jabatan Pimpinan KPK yang semula empat tahun menjadi lima tahun. Alasan MK, masa jabatan pimpinan KPK selama empat tahun dinilai inkonstitusional dan dianggap diskriminatif apabila dibandingkan dengan ketua lembaga negara independen lain yang memiliki masa jabatan lima tahun.
Persoalan ini menjadi sorotan dan perdebatan terkait dengan kewenangan MK dalam menetapkan masa jabatan Ketua KPK tersebut. Dian menilai substansi pengubahan masa jabatan itu menekankan pada penetapan KPK menjadi lembaga eksekutif.
“Itu pun tidak subtansial karena tidak ada sangkut paut antara penetapan KPK menjadi lembaga eksekutif dengan masa jabatan pimpinan KPK,” kata Dian.
Catatan PSHK FH UII lainnya, seharusnya putusan MK tersebut tidak dapat berlaku untuk pimpinan KPK periode saat ini. Melainkan periode KPK selanjutnya usai masa periode ini berakhir. Sebab lekat dengan pemberlakuan asas non-retroaktif dimana hukum tidak dapat berlaku surut.
“Pemberlakuan perpanjangan masa jabatan KPK mendatang juga untuk menjaga MK dari pandangan masyarakat soal dugaan ada kepentingan politis dengan pimpinan KPK saat ini,” papar Dian.
MK juga dinilai kurang memperhatikan implikasi putusan tersebut secara komprehensif. Terutama berkaitan perubahan masa jabatan pimpinan KPK yang merupakan lembaga negara independen terhadap penyelenggaraan negara.
Meliputi, pertama, pengaruhnya terhadap independesi KPK sebagai lembaga negara independen yang mempunyai fungsi pemberantasan korupsi. Kedua, pengaruh terhadap lembaga negara independen lain yang mempunyai masa jabatan pimpinan yang sama. Ketiga, implikasi terhadap positive legislature.
“MK terlalu jauh masuk ke ranah legal policy yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang dalam menentukan masa jabatan pimpinan lembaga negara independen,” kata Dian.
Di sisi lain, indeks korupsi di Indonesia masih sangat tinggi saat ini. Artinya, pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai sangat bermasalah. Keberadaan pimpinan dalam suatu lembaga akan mempengaruhi terkait dengan penyelenggaraan kewenangan lembaga tersebut. Apalagi pimpinan KPK saat ini mempunyai beberapa permasalahan mengenai dugaan pelanggaran kode etik.
Artikel lain
Timnas Garuda Lawan Argentina, Pengalaman Langka dan Mengasah Mental
Tim Virtual Bidhumas Polda Kalteng Mediasi Ancaman Penyebaran Konten Dewasa
Bareskrim Polri Temukan Indikasi Dana Jaringan Narkoba untuk Pemilu 2024