PSHK UII Tegaskan Peraturan Tatib DPR RI Abuse of Power

Gedung DPR RI. Foto dpr.go.id.
Gedung DPR RI. Foto dpr.go.id.

RIENEWS.COM – Pusat Studi Hukum Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (PSHK FH UII) menyoroti pengesahan revisi Peraturan Tatib DPR. PSHK UII mengungkapkan, sorotan tentang Tatib DPR (Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib), disebabkan adanya pasal kontroversi (pasal 227 dan pasal 228) pada Revisi Tatib DPR tersebut.

Pasal 228 A yang berbunyi: ayat (1): dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan Komisi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 227 Ayat 2, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR, dan ayat (2): hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 bersifat mengikat dan disampaikan oleh Komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Peneliti PSHK UII, Yuniar Riza Hakiki dan M Erfa Redhani menyatakan, kewenangan tersebut secara tidak langsung memberikan kewenangan tambahan kepada DPR untuk melakukan evaluasi berkala yang tidak mustahil berujung pada pencopotan (pemberhentian) Pimpinan KPK, KPU, Bawaslu hingga hakim Mahkamah Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan, disetujui atau diberikan pertimbangan oleh DPR.

PSHK UII menilai tambahan kewenangan terebut telah mengeliminasi prinsip pembatasan kekuasaan sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi dan mandat reformasi.

“Kewenangan tambahan tersebut jelas merupakan kegagalan DPR dalam memahami sistem ketatanegaraan di Indonesia. Fungsi pengawasan DPR seharusnya cukup dilakukan dengan mekanisme check and balances yang selama ini dilakukan melalui rapat dengar pendapat dan sejenisnya,” sebut  Yuniar Riza Hakiki dalam siaran pers PSHK UII pada Kamis, 6 Februari 2025.

Dikatakannya, bahwa perluasan terhadap kekuasaan DPR dalam mencampuri lembaga lain yang konstitusional hanya terbatas pada apa yang diatur di dalam konstitusi dan undang-undang yang mengatur tentang DPR, yakni DPR menjadi salah satu lembaga yang hanya mengajukan, menyetujui dan memberikan pertimbangan kepada calon pejabat indepeden tertentu bukan untuk mengevaluasi atau bahkan mencopotnya (Excessive authority of legislative basic function).

“Sehingga selain kewenangan yang telah dibatasi dalam konstititusi, maka penambahan kewenangan DPR dalam mencopot pejabat lembaga negara yang muncul dalam Revisi Peraturan DPR tentang Tatib merupakan pelampauan kewenangan atau bahkan abuse of power yang inkonstitusional,” tegas Yuniar.

M Erfa Redhani mengatakan, sesuai dengan undang-undang pada masing-masing lembaga negara tersebut, telah tersedia mekanisme pengawasan atau evaluasi terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang.

“Pimpinan KPK diawasi oleh Dewan Pengawas KPK, Komisioner KPU dan Bawaslu diawasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), hakim MA diawasi h Badan Pengawas MA, dan Hakim MK diawasi Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK),” ungkap Erfa.

Artikel lain

Celios Ajak Publik Kawal Putusan Penghapusan Presidential Threshold

Pusham UII Nilai Performa HAM Masa 100 Hari Kerja Prabowo-Gibran Suram

Usulan Prabowo Kepala Daerah Dipilih DPRD, PSHK UII: Kemunduran Demokrasi