SENI  

Syam Terrajana: Pada Ruang yang Bercerita

Syam Terrajana. [Foto Rienews]

Inilah ceritaku. Aku cerita sejarah versiku, imajinasiku, fantasiku sendiri. Karena sejarah itu penuh dengan imajinasi, kepentingan juga. Siapa pemenangnya, ya dialah yang menulis sejarah…

RIENEWS.COM – Syam Terrajana, 38 tahun, jurnalis asal Gorontalo, menggelar pameran seni tunggal pertamanya bertajuk Pada Ruang yang Bercerita.

Ada 17 karya Syam; 15 lukisan; video art  (durasi) 1 menit 27 detik; 85 panel mix media on paper; meja kursi; dan mesin tik. Karya itu kini dipamerkan di studio Ruang Dalam Art House, Jalan Kebayan Gang Sawo, Tirtonirmolo, Bantul, Yogyakarta, mulai 5 Maret hingga 15 Maret 2021.

Semula, Syam Terrajana ingin menggelar pameran lukisannya pada November 2020. Dikarenakan pagebluk virus Corona, Syam menundanya.

“Pameran ini mestinya November 2020. Tapi, karena pandemi (ditunda). Hikmahnya, aku jadi lebih bersiap lagi,” tutur Syam.

Darah seni pada diri Syam Terrajana mulai terasah masa SMA. Syam kala itu aktif menulis puisi, beberapa puisinya dimuat di sejumlah antologi dan media; Horison; Batam Pos; dan Suara Merdeka.

Semasa kuliah di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) 2005, Syam Terrajana aktif di Teater Ayat Indonesia dan terlibat sebagai aktor, sutradara dalam sejumlah repertoar.

Selepas kuliah, Syam kembali ke kampung halamannya dan menjadi guru teater.

“Di Gorontalo, aku sempat jadi guru drama. Basic saya kuliah dulu adalah anak teater,” ujarnya.

Pilihan menjadi guru teater di kampung halamannya, itu tak langgeng. Musababnya, Syam Terrajana terperangkap dalam dilema materi. Meski bercita-cita ingin menghidupkan kesenian, namun Syam tak pungkiri membutuhkan fulus. Lantas, Syam Terrajana mengoreksi kembali pilihannya.

“Tujuannya satu sebenarnya, pengen menghidupi kesenian. Karena dulu saya main teater. Ah, ini teater gak ada duitnya, maka harus cari duit. Antara jadi guru (teater) atau jurnalis,” cerita Syam.

Dia akhirnya memutuskan pilihan menjadi jurnalis.

Selama berkarier, Syam pernah menjadi koresponden The Jakarta Post, jurnalis LKBN Antara untuk  wilayah Gorontalo, dan kini ia berkarier di media cetak dan online JUBI di Jayapura, Papua.

Eh, ternyata jatuh cinta pada jurnalisme. Dan lupa berkeseniannya,” kata Syam Terrajana yang ditemui di acara pembukaan pameran seni tunggalnya, Jumat 5 Maret 2021.

Baca : Pameran Lukisan Laila Tifah Bertajuk “Sri”

Berjalan waktu, di tahun 2013, Syam merasa jenuh dengan aktivitas jurnalisnya.

“2013, aku merasa butuh sesuatu di luar dunia jurnalismeku, buat selfishmisme-ku. Momennya, waktu itu pas lagi jenuh liputan,” kenangnya.

Jenuh tak hanya dialami Syam Terrajana seorang diri.  Sejawatnya pun mengalami hal serupa. Untuk menghilangkan rasa jenuh dari aktivitas rutin sebagai jurnalis, Syam memilih untuk melukis. Sementara koleganya  mendalami snorkeling dan fotografi.

“Snorkeling kan mahal, mending aku cari kertas (melukis). Satu tahun itu aku gak ada intensi apapun, sket saja,” tutur Syam.

Syam Terrajana mengaku mulai melukis sejak 2007. Kembali ke kanvas pada 2013  menjadi “pelarian” Syam dari kejenuhan meliput berita.

“Menurutku, itu rekreasi yang efektif. Kalau sudah stres diburu deadline, ya sudah (aku menggambar). Di tasku itu (ada) buku sket. Tiga hari habis, aku ganti, satu minggu habis, ganti lagi. Setelah itu, baru kepikiran aku untuk naikin di kanvas. Ternyata pusing juga ya, melukis ini. Tak seperti anggapanku awal-awal, ya itu self release saja. Setelah dibebani dengan gagasan, ah ini kok bikin pusing, ya,” ucapnya sembari tertawa.

Ilham dari Tradisi dan Aktivisme

Syam Terrajana menerangkan lukisan karyanya yang dipamerkan ini terilhami dari puzzle kehidupan yang ia jalani.

Pada kanvas-kanvas beragam ukuran itu, Syam menangkap kembali kehidupan-tradisi di kampung halamannya, dengan sudut interpretasinya sendiri.

Dia juga membekukan aktivisme jurnalisnya, saat bertemu-wawancarai narasumber, mencari-meliputi berita, hingga menulis-melaporkan berita.

Baca Juga:

HUT Kabupaten Karo ke-75 Tahun Dirayakan Sederhana

Waspadai Bencana di Masa Pancaroba

“Inilah ceritaku. Aku cerita sejarah versiku, imajinasiku, fantasiku sendiri. Karena sejarah itu penuh dengan imajinasi, kepentingan juga. Siapa pemenangnya, ya dialah yang menulis sejarah. Why not, aku gak bisa bikin sejarah fantasiku sendiri?,” serunya.

Semua itu bagi Syam Terrajana memerlukan waktu 3 tahun.

“Pameran tunggalku bagian dari aku berproses selama 3 tahun. Kira-kira aku ingin menjembatani backgroundku.  Antara jurnalisme-teater-sastra-sejarah, aku bungkus seperti kaka-kaka lihat hari ini,” katanya.