RIENEWS.COM – Puluhan orang meriung di depan pintu galeri Bentara Budaya Yogyakarta, menanti dibukanya pintu galeri bermaterial perpaduan kayu dan kaca oleh Butet Kartaredjasa, yang dinanti pengunjung “Tuku Pangarep-Arep” pameran karya dan arsip Jemek Supardi, Threeda Mayrayanti, Kinanti Sekar Rahina, pada Rabu malam, 7 Mei 2025.
Suasana pembukaan pameran malam itu, terasa syahdu dengan rintik hujan di pengunjung acara pembukaan, yang menghadirkan G.P Sindhunata (budayawan dan penulis), Suwarno Wisetrotomo (kurator) mengungkapkan testimoni sosok (alm) Jemek Supardi, serta penampilan tari Kinanti Sekar Rahina (putri Jemek), dan Threeda Mayrayanti (istri Jemek) melukis pelataran halaman lokasi acara.
Pameran karya & Arsip bertajuk Tuku Pangarep-Arep memajang karya lukis Threeda beserta poster, berita dan foto Jemek Supardi.
Jemek Supardi seniman asal Yogyakarta, yang dikenal luas sebagai maestro pantomim.
Sindhunata menjelaskan, Tuku Pengarep-arep (Membeli harapan), yang digulati oleh Jemek Supardi dan Threeda Mayrayanti. Tidak hanya sejenak, atau sehari dua hari saja. Tapi selamanya.
“Sepanjang hidupnya. Tuku pengarep-arep berasal dari ucapan Jemek sendiri. Dari ungkapan itu tampak, harapan itu bukanlah perihal yang murah dan mudah. Harapan itu mahal. Karena itu, ibaratnya, harapan bukan barang yang gratis. Harapan harus dibeli. Tapi karena harapan bukan barang, maka membelinya tidak bisa dengan uang. Membelinya harus dengan hidup Jemek dan Threeda sendiri. Jemek adalah seniman miskin,” tulis Sindhunata dalam E-katalog gelaran pameran.
Sindhunata menyatakan, sebagai seniman pantomim, Jemek sangat terkenal.
“Tapi seberapakah nafkah yang bisa diperoleh dengan berpantomim? Sementara Threeda adalah pelukis, yang menyandang sakit. Dan sakit itu harus ditanggung tidak oleh fisiknya tapi oleh jiwanya. Tidak hanya sesekali, tapi sering, bahkan dalam waktu lama, gangguan jiwa harus dideritanya. Dalam keadaan demikian, sulit baginya untuk mengharapkan hal-hal luar biasa”.
Sindhunata menerakan, pada Jemek dan Threeda, kerapuhan dan kekurangan adalah harta yang mereka punya. Kerapuhan dan kekurangan itulah modal harapannya. Dan dengan kerapuhan dan kekurangan itu mereka membeli harapannya. Jemek dan Threeda terlempar pada nasib, yang kiranya tidak dikehendakinya. Tapi mereka tidak bisa menolaknya. Mau atau tidak, mereka harus menerimanya. Justru karena itu, pada mereka terungkaplah apa sesungguhnya harapan.
Mereka mengalami kerapuhan dan kekurangan. Tapi justru, kerapuhan dan kekurangan inilah yang mendorong mereka untuk yakin, akan datanglah kelak kecukupan yang memenuhi mereka dengan kebahagiaan.
Bagi Jemek dan Threeda, berharap itu seakan mustahil. Tapi mereka tak pernah menyerah. Ibaratnya, untuk membelinya, mereka rela mengusahakan apa saja, kendati mereka tak berpunya. Akhirnya, Dan bunga yang indah adalah bunga yang mekar. Bagi Jemek dan Threeda, Sekar itu indah, karena pada anaknya mereka melihat harapan mereka mekar senyata-nyatanya.
Dan, nama Sekar itu didahului dengan nama Kinanti. Dalam tembang macapat, watak Kinanti (Kinanthi) adalah mesra, penuh cinta, dan niat terus memohon tuntunan yang menunjukkan jalan untuk menggapai cita-cita. Kinanti Sekar Rahina adalah cita-cita yang dicari dan ingin digapai oleh Jemek dan Threeda. Mereka menggapai Rahina, bagaikan malam yang mengharapkan datangnya rahina, siang dengan terangnya.
Artikel lain
Galeri Nasional Bredel Pameran Tunggal Yos Suprapto
Pameran Lukisan Dari Indonesia ke Palestina, Refleksi Setahun Tragedi Kemanusiaan