Tim Percepatan Reformasi Hukum Hasilkan 150 Rekomendasi Diserahkan kepada Presiden

Rakor terakhir Menko Polhukam Mahfud MD dengan Tim Percepatan Reformasi Hukum pada Selasa, 12 September 2023. Foto Instagram Menko Polhukam Mahfud MD.
Rakor terakhir Menko Polhukam Mahfud MD dengan Tim Percepatan Reformasi Hukum pada Selasa, 12 September 2023. Foto Instagram Menko Polhukam Mahfud MD.

RIENEWS.COM – Menko Polhukam Mahfud MD dan Tim Percepatan Reformasi Hukum menyerahkan Laporan Rekomendasi Agenda Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara pada Kamis, 14 September 2023.

Tim Percepatan Reformasi Hukum menghasilkan 150 rekomendasi, dan empat di antaranya rekomendasi utama. Rekomendasi percepatan reformasi hukum tersebut dikelompokan kepada dua jangka waktu, jangka pendek hingga September 2024, dan jangka menengah 2024 hingga 2029.

Tim Percepatan Reformasi Hukum ini dibentuk Menko Polhukam, telah bekerja selama tiga bulan, melibatkan 34 tokoh, akademisi dan perwakilan masyarakat sipil. Dalam melaksanakan tugasnya Tim Percepatan Reformasi Hukum dibagi pada empat kelompok kerja (Pokja).

Pokja Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum diketuai Prof. Harkristuti Harkrisnowo, Pokja Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam diketua Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, Pokja Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi diketuai  Dr. Yunus Husein, S.H., LL.M.,  dan Pokja Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan diketuai Prof. Susi Dwi Harijanti, S.H., LL.M., Ph.D.

Tim Percepatan Reformasi Hukum menyebutkan, 25 tahun reformasi, sistem hukum yang diharapkan dapat mewujudkan jaminan terhadap HAM, kepastian hukum bagi keadilan bagi masyarakat masih jauh dari harapan.

“Sebaliknya, publik terus disuguhkan persoalan yang menggelayuti institusi hukum itu sendiri,” keterangan siaran pers Tim Percepatan Reformasi Hukum kepada media.

Praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), penyalahgunaan kewenangan, serta pelanggaran etik merebak di berbagai institusi hukum, seperti Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan, dan Kementerian Hukum dan HAM.

Tak ketinggalan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Mahkamah Konstitusi (MK) yang lahir dari “rahim” reformasi mulai terjangkit persoalan serupa, termasuk karena upaya sistematis untuk melemahkan kedua lembaga tersebut. Aroma konflik kepentingan kuat terjadi dalam proses penyusunan peraturan, terlebih karena proses tersebut semakin lama semakin tertutup dan jarang melibatkan publik.

Akibatnya, keadilan dan kepastian hukum makin tergerus, korupsi terus membudaya, konflik agraria meluas, pengelolaan sumber daya alam yang buruk menyebabkan kerusakan lingkungan dan hanya menguntungkan segelintir kelompok tertentu.

Setelah bekerja kurang lebih tiga bulan, Tim Percepatan Reformasi Hukum, merampungkan dokumen Rekomendasi Agenda Prioritas Percepatan Reformasi Hukum. Dokumen berisikan rekomendasi agenda prioritas jangka pendek (hingga September 2024), dan jangka menengah (2024-2029) disusun, termasuk dengan memperhatikan masukan dari pertemuan konsulatif dengan 18 pimpinan kementerian/lembaga (K/L) terkait dan 32 organisasi masyarkat sipil.

“Total ada lebih dari 150 rekomendasi jangka pendek dan menengah yang diusulkan tim percepatan,” keterangan tertulis tim percepatan.

Dalam pertemuan dan penyerahan Laporan Rekomendasi Agenda Percepatan Reformasi Hukum kepada Presiden Jokowi, masing-masing Pokja menyampaikan sejumlah rekomendasi utama secara ringkas kepada Presiden.

Pokja Reformasi Pengadilan dan Penegakan Hukum, menekankan perbaikan proses pengangkatan pejabat publik startegis (utamanya eselon I dan II) di institusi penegakan hukum dan peradilan, termasuk melalui lelang jabatan, verifikasi LHKPN dan LHA PPATK.

Tim mengusulkan pula dilakukan asesmen untuk menilai kembali kelayakan mereka yang kini menjabat dalam berbagai jabatan stategis.

Guna mendukung profesionalitas aparat, direkomendasikan agar dilakukan pembatasan penempatan anggota Polri di K/L/D dan BUMN. Pemerintah juga diminta untuk mengembalikan independensi dan profesionalitas KPK yang melemah akibat revisi UU KPK dan terpilihnya komisioner yang sebagian “bermasalah”, serta menolak pelemahan kembali MK melalui gagasan revisi UU MK saat ini.

Beberapa undang-undang yang bermasalah, seperti UU Narkotika, UU ITE dan KUHAP, didorong untuk segera direvisi, untuk meminimalisir penyalahgunaannya oleh aparat.

Dalam rangka mendorong kepastian hukum dan keadilan, mengusulkan pula agar pemerintah, bersama MA, untuk mempercepatan eksekusi putusan pengadilan (baik perdata dan Tata Usaha Negara), putusan Komisi Informasi dan Rekomendasi Ombudsman.

Artikel lain

Insiden di Pulau Rempang, Presiden Jokowi Diingatkan Janjinya Lindungi Masyarakat

Tim Advokasi Rempang: Hentikan Kriminalisasi Warga Rempang-Galang

Insiden di Pulau Rempang, Kapolri Harus Bertanggung Jawab