RIENEWS.COM – Buruh atau pekerja media masih dihadapkan dengan berbagai masalah yang mendera. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak masih menjadi mimpi buruk, di tengah situasi rumit ekonomi yang melilit. Sistem pengupahan tidak menguntungkan, jaminan sosial diabaikan, bahkan hubungan kerja yang sama sekali tidak menguntungkan bagi para pekerja media hingga hari ini.
Momen Hari Buruh Dunia (Mayday) pada Kamis, 1 Mei 2025, kali ini, menyorot kondisi buruh atau pekerja media (jurnalis) dihadapkan pada situasi memprihatinkan. Di tengah tuntutan kerja dan risiko tinggi, tidak selaras akan hasil (upah) yang didapat.
Survei AJI Indonesia “Wajah Jurnalis Indonesia 2025” masih menemukan permasalahan klasik (upah rendah, status pekerja tak jelas) mendominasi hasil survei yang melibatkan 2002 responden tersebar penjuru tanah air. Seperti sektor upah, sebagian besar masih menerima upah di bawah standar.
“Situasi pekerja media pada momen Mayday tahun ini, sesungguhnya tidak berbanding jauh atas apa yang dihadapi pekerja media di tahun-tahun sebelumnya,” kata Nany Afrida, Ketua Umum AJI Indonesia.
Gelombang PHK seakan terus memburu para buruh media. Tidak dipungkiri, pengaruh disrupsi digital membuat perusahaan media kehilangan pemasukan iklan, yang beralih ke media sosial.
Di sisi lain kemudahan teknologi digital seolah menggeser tenaga jurnalis untuk memproduksi informasi.
“Kondisi itu juga dimanfaatkan media untuk menekan pekerja media (jurnalis) lewat kontrak yang merugikan, yakni menerapkan sistem kerja waktu tertentu selama bertahun-tahun,” kata Nany Afrida.
Praktik culas lain adalah sistem kemitraan yang diberlakukan perusahaan media pada jurnalis. Jurnalis tidak mendapat hak-hak sebagai pekerja, tetapi sebagai mitra yang harus mencari pendapatan sendiri.
Artikel lain
Alasan AJI, IJTI dan PFI Tolak Program Rumah Subsidi bagi Jurnalis
Jelang Hari Buruh, DPR Janji Sahkan RUU PPRT
MK Putuskan Frasa Kerusuhan di UU ITE Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat