Pola Rekompak ini telah berhasil diterapkan dalam pascabencana gempa Yogyakarta dan Jawa Tengah tahun 2006, pascaerupsi Gunung Merapi tahun 2010, pascagempa Pidie Jaya 2016, dan lainnya.
Sementara itu, perbaikan darurat fasilitas publik seperti pasar darurat, sekolah, puskesmas, perkantoran juga dilakukan agar aktivitas masyarakat dapat segera berjalan kembali. Sebagian masyarakat telah kembali melakukan aktivitas di pasar. Sebagian juga tetap melakukan aktivitas di ladang, kebun dan lahan pertaniannya. Saat siang hari mereka bekerja, dan malam hari mereka tinggal di pengungsian atau tenda.
Pembersihan puing-puing bangunan roboh terus dilakukan oleh aparat gabungan dengan mengerahkan alat-alat berat. Masyarakat di Lombok dan Sumbawa juga bergotongroyong memperbaiki rumah dan membersihkan lingkungan pascagempa. Masyarakat adat di Desa Senaru, Lombok Utara, meski daerahnya luluh lantak diguncang gempa berkali-kali, namun mereka tetap bertahan hidup dengan semangat kebersamaan.
Masyarakat segera bergotong royong untuk kembali bangkit setelah bencana yang melanda. Semangat kegotongroyongan dalam membangun kembali desa adat Senaru yang terdampak gempa, baginya itulah semangat asli dari suku Sasak.
“Sesungguhnya masyarakat Lombok dan Sumbawa memiliki kearifan lokal yang luar biasa. Mereka hidup dan berkembang dengan peradaban yang dimilikinya sesuai dengan alamnya yang memang rawan gempa. Mereka telah memiliki daya adaptasi dan harmoni dengan alamnya,” kata Sutopo.
Masyarakat memiliki pemahaman bahwa alam memang sedang menuju keseimbangan. Berkah atau musibah tergantung bagaimana kita menyikapinya. Sudah sejak ribuan tahun yang lalu masyarakat kita belajar tabiat alam. Maka lahirlah kearifan-kearifan lokal. Ini adalah modal sosial yang luar biasa. Yang harus kita tumbuhkembangkan sebagai bagian dari upaya kita untuk mewujudkan masyarakat yang tangguh bencana.
Korban Meninggal 560 Orang
Sementara itu, dampak gempa Lombok hingga kini tercatat 560 orang meninggal dunia, 1.469 orang luka-luka, dan 396.032 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 83.392 unit rumah rusak, dan 3.540 unit fasilitas umum dan fasilitas sosial rusak.
Distribusi bantuan untuk pengungsi terus disalurkan hingga saat ini. Masa transisi darurat ke pemulihan ditetapkan Gubernur NTB selama 180 hari yaitu 26 Agustus 2018 hingga 26 Februari 2019.
“Pemerintah Pusat terus mendampingi Pemda NTB dan kabupaten/kota terdampak gempabumi,” kata Sutopo.
Kebutuhan mendesak saat ini untuk korban gempa d Lombok dan Sumbawa adalah tenda, terpal, logistik permakanan, khususnya makanan siap saji, air bersih, MCK, sanitasi, layanan kesehatan, trauma healing, selimut, tikar, seragam anak-anak sekolah dan peralatan sekolah, kebutuhan bayi dan balita, kebutuhan wanita, peralatan dapur untuk memasak, dan lainnya. (Rep-01)