Raja Senina Lingga meninggal di usia 120 tahun. Kakek Raja Senina adalah Raja Linge, pendiri Kerajaan Linge di Gayo, Aceh.
Dalam buku Gajah Putih yang ditulis M. Junus Djamil (1959), disebutkan Kerajaan Linge didirikan pada masa Kerajaan Perlak diperintah Sultan Machudum Johan Berdaulat Mahmud Syah pada abad ke 11.
Di laman Wikipedia, dijelaskan, Kerajaan Linge adalah sebuah kerajaan kuno di Aceh. Kerajaan ini terbentuk pada tahun 1025 M (416 H) dengan raja pertamanya adalah Adi Genali. Adi Genali (Kik Betul) mempunyai empat orang anak yaitu: Empuberu, Sibayak Linge, Merah Johan, Merah Linge.
Reje Linge I mewariskan kepada keturunannya sebilah pedang dan sebentuk cincin permata yang berasal dari Sultan Peureulak Makhdum Berdaulat Mahmud Syah (1012-1038 M). Pusaka ini diberikan saat Adi Genali membangun Negeri Linge pertama di Buntul Linge bersama dengan seorang perdana menteri yang bernama Syekh Sirajuddin yang bergelar Cik Serule.
Versi lain yang diperoleh Rienews dari keturunan kedelapan Raja Senina Lingga, Adri Istambul Lingga Gayo, Raja Linge diyakini garis keturunannya menjadi Sultan di Kesultanan Iskandar Muda di Aceh.
Dalam riwayat hidupnya, Raja Linge memiliki empat anak; Datuk Beru (perempuan), Sebayak Lingga, Meurah Johansyah, dan Meurah Lingga. Anak kedua Raja Linge, Sebayak Lingga juga bernama Raja Natang Negeri merupakan ayah dari Raja Senina Lingga.
Di usia enam tahun, Raja Natang Negeri diusir ayahnya, Raja Linge, lantaran tidak dapat dikhitan karena memiliki kekebalan tubuh sejak lahir. Raja Natang Negeri pergi meninggalkan kampungnya di Gayo, Aceh, dan bermukim di Desa Lingga.
Di usia remaja, Raja Natang Negeri menikahi tiga gadis, beru Sebayang, beru Ginting Rumah Page, dan beru Tarigan Nagasaribu. Dari beru Sebayak lahir seorang putra, Sebayak Lingga (Raja Senina Lingga).
Raja Natang Negeri dikenal memiliki kesaktian. Di usia belia, ia dinobatkan memimpin raja-raja di Karo oleh raja dari Aceh yang berkunjung ke Karo. Penobatan tersebut melalui satu perlombaan menunggangi kerbau, Sinangga lutu. Yakni membuat sang hewan tertunduk saat ditunggangi karena merasakan beban yang berat.
Perlombaan itu diikuti para raja dari kerajaan di Karo. Raja Natang Negeril berhasil membuat kerbau tunduk saat ditunggangi dan didaulat menjadi pemimpinan dari kerajaan di Karo; Kerajaan Sarinembah, Kerajaan Suka, Kerajaan Barus Jahe, dan Kerajaan Lingga.
Kesaktian Raja Natang Negeri menurun kepada Raja Senina Lingga. Di masa hidupnya, Raja Senina Lingga menjadi pentolan menyerang dan mengusir kehadiran serdadu Belanda. Dalam adu strategi perang, Raja Senina Lingga tergolong piawai.
Dikisahkan, dalam setiap pertempuran, Raja Senina Lingga selalu mengggenggam tombak Bintang dan menunggangi kuda putih, memimpin bala pasukannya bergerilya melawan Belanda.
Pertempuran demi pertempuran dilakukan Raja Senina Lingga hingga ke Desa Bintang Meriah dan Kutacane, Aceh.
Raja Senina Lingga memiliki sepuluh istri, dan mempunyai lima putra dan lima putri. Ke lima putranya; Sebayak Lingga Serbanaman, Sebayak Lingga Ahad, Sebayak Lingga Raja Kin, Sebayak Lingga Mbisa, dan Sebayak Lingga Umbat.
Kerajaan di Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo, diteruskan oleh putra Raja Senina Lingga secara bergiliran, hingga kini masih berdiri kokoh.
Raja Senina Lingga sebelum mangkat berpesan agar dimakamkan di Uruk Gung Ndaholi, Desa Bintang Meriah. Agar Raja Senina Lingga dapat melihat kuburan ayahnya, Raja Natang Negeri yang dimakamkan di Bukit Mbelin, Desa Lingga. (Rep-01)