Keempat, penanganan dan pemulihan korban atau keluarga korban dapat dilakukan dengan memberikan akses terhadap rehabilitasi dan kompensasi secara cepat dan jangka panjang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk upaya penguatan regulasi dan tata kelola kelembagaan, Presiden direkomendasikan:
Pertama, melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait sistem tata kelola pelayanan kesehatan dan kefarmasian, terutama berkaitan dengan surveilans kesehatan dan sistem pengawasan.
Kedua, penguatan terhadap tata kelola kelembagaan dan peningkatan kompetensi SDM instansi pemerintah yang memiliki otoritas terkait pelayanan kesehatan dan pengawasan kefarmasian;
Ketiga, mengingat kompleksitas tantangan persoalan kesehatan dan besarnya tanggung jawab dalam pengawasan obat dan makanan di Indonesia, maka diperlukan pengaturan secara khusus melalui undang-undang terhadap mandat dan kewenangan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Keempat, perlu adanya regulasi yang secara khusus mengatur tentang sistem kefarmasian di Indonesia (RUU Kefarmasian).
Kelima, mengingat sudah tidak relevannya UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular terutama terkait penetapan status Kejadian Luar Biasa (KLB) dalam permasalahan kesehatan. Salah satu substansi penting adalah belum ada pengaturan terkait kondisi darurat kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular sebagai KLB, sehingga perlu dilakukan perubahan terhadap peraturan dimaksud.
Keenam, perlu ada regulasi khusus yang mengatur tentang pengawasan terhadap proses produksi, distribusi, dan pemanfaatan senyawa kimia berbahaya dan beracun di Indonesia, termasuk memastikan adanya mandat dan kewenangan yang jelas (tidak tumpang tindih) dan terpadu (terintegrasi) antar instansi yang memiliki otoritas terkait.
Ketujuh, menjamin ketidak-berulangan kasus serupa di kemudian hari.
Rekomendasi kepada Polri, LPSK, Pelaku Industri Farmasi
Rekomendasi kepada Polri, meliputi:
Pertama, melakukan penegakan hukum secara adil, objektif, transparan, cepat dan terukur untuk memastikan terwujudnya kepastian hukum dan pemenuhan hak atas keadilan bagi seluruh pihak terutama korban.
Kedua, mengingat keseluruhan korban dalam perkara tersebut adalah anak dan produk obat yang spesifik ditujukan kepada konsumen anak, maka penegak hukum perlu mempertimbangkan penerapan pasal-pasal yang berkaitan dengan perlindungan terhadap anak dalam perkara tersebut.
Komnas HAM juga memberikan rekomendasi kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk memberikan perlindungan bagi korban atau keluarga korban dalam rangka menjamin pemberian restitusi dan kompensasi melalui mekanisme peradilan.
“Ini upaya penghormatan terhadap harkat dan martabat manusia, rasa aman, keadilan, tidak diskriminatif, dan kepastian hukum,” kata Atnike.
Sementara rekomendasi kepada para pelaku industri farmasi, meliputi:
Artikel lain
RUU PPRT Ditunda Puan, PRT Ancam Mogok Makan
14 Media Alternatif Perempuan Perjuangkan Teknologi Digital Inklusif
12 Jenazah Korban Kebakaran Depo Pertamina Plumpang Teridentifikasi
Pertama, ematuhi seluruh ketentuan dalam produksi dan distribusi obat sesuai dengan Farmakope Indonesia dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Kedua, memastikan seluruh produk obat terjamin keamanan, mutu, dan khasiat.
Ketiga, menjamin seluruh proses bisnisnya memperhatikan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia sebagaimana United Nation Guiding Principles (UNGPs) on Business and Human Rights. Keempat, menjamin ketidak-berulangan kasus serupa di kemudian hari. (Rep-04)
Sumber: Komnas HAM