“Penyusunan daftar PSN tidak melibatkan partisipasi rakyat secara bermakna dan tidak tunduk pada uji kebutuhan publik yang objektif,” kata Edy dalam siaran pers Tim Hukum GERAM PSN, Jumat, 4 Juli 2025.
Percepatan proyek semata dijadikan dalih untuk mengesampingkan prinsip kehati-hatian ekologis (precautionary principle), yang seharusnya menjadi dasar utama dalam kebijakan pembangunan nasional. Hal-hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, yang menegaskan perlindungan lingkungan hidup dan keadilan sosial sebagai pilar konstitusional.
Gugatan ini diajukan organisasi masyarakat sipil, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Trend Asia, Pantau Gambut, Yayasan Auriga Nusantara, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), dan FIAN Indonesia.
Menurut Edy, para pemohon juga mencakup individu-individu yang terdampak langsung oleh proyek-proyek PSN di berbagai wilayah Indonesia, termasuk warga Rempang (Batam), Merauke (Papua Selatan), Sepaku (IKN), dan Konawe (Sultra). Selain warga terdampak, salah satu pemohon individu adalah Dr. Muhammad Busyro Muqoddas, akademisi dan Ketua PP Muhammadiyah Bidang HAM, Hukum, dan Kebijakan Publik.
Artikel lain
DPR Minta Pemerintah Kaji Ulang Penerapan Pajak Bagi UMKM
Komisi VI Dukung Transformasi Bisnis Dirut Telkom Dian Siswarini
Kejagung Sita Rp1,3 Triliun Dalam Perkara CPO Perusahaan MMG dan PHG
Melalui pengajuan ini, sebut Edy, para pemohon mendorong Mahkamah Konstitusi untuk menegaskan bahwa pembangunan nasional tidak boleh menjadi ruang bebas hukum dan bebas HAM. Negara harus tunduk pada prinsip konstitusional bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan pembangunan harus menjamin keadilan ekologis lintas generasi. Judicial review ini diharapkan menjadi momen korektif terhadap arah pembangunan yang meminggirkan warga dan mengorbankan lingkungan atas nama investasi dan proyek strategis. (Rep-02)