Koalisi Sipil: Kasus Haris-Fatia Harus Dihentikan karena Kriminalisasi atas Kritik Dipaksakan

Dukungan "Kami Bersama Fatia-Haris". Foto @pakuite/twitter
Dukungan "Kami Bersama Fatia-Haris". Foto @pakuite/twitter

RIENEWS.COM – Kasus pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang disangkakan kepada Direktur Kontras Fatia Maulidiyanti dan Direkur Eksekutif Lokataru Haris Azhar berlanjut. Berkas kedua aktivis Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) yang menjadi tersangka itu telah dilimpahkan dari kepolisian ke kejaksaan dengan status P21 per 6 Maret 2023.

“Kriminalisasi terkait kritiknya terhadap pejabat publik kian tampak dipaksakan,” demikian pernyataan tegas dalam siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi tertanggal 6 Maret yang diterima Rienews.com.

Koalisi tersebut terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, LBH Jakarta, Amnesty International Indonesia, KontraS, LBH PP Muhammadiyah, ICJR, TATAK, LBH Sulteng, YLBH Sisar Matiti Manokwari, Lokataru Foundation, PAHAM Papua, PBHI, PUSAKA, PAKU ITE, IM57+ Institute, dan Trend Asia, AJI, LBH Pers.

Disebut dipaksakan, karena proses hukum tersebut telah memakan waktu sekitar satu tahun enam bulan. Ada kesan keragu-raguan dari kepolisian dan kejaksaan dalam melihat ada tidaknya unsur perbuatan pidana dalam perkara ini. Dan baru pada 6 Maret 2023, proses hukum keduanya memasuki tahap penyerahan tersangka dan barang bukti (Tahap 2) dari Polda Metro Jaya kepada Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

“Kami menilai, penyidik Polda Metro Jaya dan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah keliru dalam kasus ini,” tulis koalisi dalam rilis.

Artikel lain

Waktunya Liburan dengan OTW Harga Gledek dari Bali hingga Tokyo

Instruksi Presiden Jokowi Segera Putuskan Relokasi Depo Plumpang Apa Warga

Begini Damkar DKI Jakarta Tangani Kebakaran Depo Pertamina Plumpang

Menurut koalisi, tindakan Fatia dan Haris tidak dapat dipidanakan karena masih tergolong kritik yang sah terhadap pejabat publik. Sekaligus bentuk partisipasi publik dalam rangka pengawasan pemerintahan. Hal ini diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD NRI 1945 dan Pasal 44 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Koalisi pun membeberkan sejumlah peraturan yang dilanggar pihak kepolisian. Pertama, seharusnya kasus ini tidak berlanjut andai saja Kepolisian dan Kejaksaan tunduk serta taat pada Surat Keputusan Bersama Nomor 229 tahun 2021, Nomor 154 Tahun 2021, Nomor KB/2/VI/2021 tentang Pedoman Implementasi UU ITE. Ketiga SKB tersebut secara jelas dan tegas menyatakan bahwa bukan sebuah delik pidana apabila berbentuk penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.