Saksi ahli dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Ridwan menjelaskan, proses pencalonan cawapres serta penetapan hasil Pemilu Tahun 2024 dari perspektif hukum administrasi tidak sah.
Sebab saat pendaftaran yang periodenya telah ditetapkan KPU, PKPU Nomor 19 Tahun 2023 belum diubah. Sehingga, peraturan yang berlaku saat itu yang mensyaratkan calonnya berusia paling rendah 40 tahun. Dengan demikian Gibran belum memenuhi syarat, sementara dalam penetapannya KPU menerbitkan Keputusan KPU Nomor 1632 Tahun 2023 tentang pasangan peserta pemilu presiden dan wakil presiden tahun 2024.
“Dari perspektif hukum administrasi, keputusan ini cacat konsiderans dan cacat isi karena mencantumkan Gibran yang tidak sah pendaftarannya. Sehingga Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan hasil pemilu 2024 juga cacat isi karena memuat Gibran yang tidak sah pendaftarannya,” jelas Ridwan.
Djohermansyah Djohan: Jokowi Dukung Paslon 02
Saksi Ahli Otonomi Daerah yang dihadirkan Pemohon, Djohermansyah Djohan menerangkan Pilpres 2024 tidak berjalan dengan bebas, jujur, dan adil sebagaimana amanat Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945. Sebab, Presiden Joko Widodo selaku pemegang kekuasaan pemerintahan telah mendukung Paslon 02.
Dukungan keberpihakan ini tampak pada perbuatan, tindakan, dan ucapan sebelum dan saat kampanye Pilpres 2024.
“Masyarakat pemilih Indonesia cenderung berorientasi paternalistik dan feodalistik karena tingkat pendidikannya yang masih rendah. Dalam kondisi ini, posisi kepala daerah, pejabat negara, dan kepala desa sangat strategis dalam mempengaruhi sikap pemilih,” kata Djohermansyah.
Yudi Prayudi: Keganjilan Sirekap
Saksi Ahli Digital Forensik, Yudi Prayudi menjabarkan keganjilan dalam Sirekap yang membuat terfasilitasinya kecurangan hasil Pemilu 2024.
Sebagai alat utama dan pembantu, keberadaan Sirekap sebagai bentuk komitmen KPU dalam pemanfaatan teknologi pada implementasinya tidak berjalan dengan baik karena tidak memenuhi kualifikasi sebagai sistem yang kredibel.
“Kami melihat sistem dari Sirekap ini memiliki kerentanan karena memiliki CVE. Salah satu yang kami curigai tanda tangan di Form C Hasil yang diunggah di portal pemilu2024.kpu.go.id. Hasilnya kelihatan berbeda satu sama lain untuk orang yang sama, terdapat banyak keganjilan sejenis yang dianalisa oleh Tim 01 dan 03,” katanya.
Vid Adrison: Pengaruh Bansos terhadap Perolehan Suara
Saksi ahli berikutnya yang dihadirkan pasangan Anies-Muhaimin yaitu Vid Adrison. Pakar Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia ini menjabarkan tentang dampak dari bantuan sosial (Bansos) terhadap perolehan suara pasangan calon yang didukung oleh petahana.
Menurut Vid, bansos efektif meningkatkan suara paslon yang didukung oleh petahana karena bansos dapat diakui sebagai kebijakan pemerintah, sehingga masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk menyangkal bantuan tersebut dari pemerintah dan bukan atas kerja masyarakat itu sendiri atau pihak lain.
“Bansos itu menargetkan masyarakat miskin. Ingat, nilai uang tersebut akan bergantung pada income (pendapatan), di mana nilainya akan berbeda pada masyarakat miskin dengan pendapatan tinggi. Masyarakat dengan pendapatan dan pendidikan rendah cenderung bersifat myopic, yakni kecenderungan memperlihatkan sesuatu yang lebih dekat terjadi dibandingkan dengan yang telah lama terjadi. Implikasinya secara jangka panjang ini dapat dilihat dari hasil survei LSI, di mana 69 persen penerima bansos pada 2024 memilih Paslon 02 dalam Pilpres 2024. Jadi, ada hubungan positif antara jumlah bantuan dalam bentuk apapun dengan perolehan suara,” sampai Vid.
Kemudian Vid menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pengangguran yang rendah, tidak efektif meningkatkan perolehan suara. Sebab, masyarakat belum menganggap hal tersebut hasil kerja pemerintah. Justru masyarakat menilai hal demikian terjadi lebih dominan akibat kerja keras masyarakat itu sendiri. Sehingga perekonomian di mata masyarakat akan berjalan secara autopilot. Perbedaan respons ini, sambung Vid, terjadi karena aspek psikologis di mana orang akan lebih besar untuk sesuatu yang buruk dibandingkan yang baik. Contoh konkretnya, Vid menerangkan dampak dari kunjungan Presiden Jokowi terhadap perolehan suara Paslon 02.
“Kunjungan Jokowi efektif meningkatkan suara Prabowo pada 2024, kunjungan Prabowo menurunkan perolehan suara Ganjar, kunjungan Prabowo 2024 tidak berdampak pada perolehan suara Anies 2024, dan kunjungan Prabowo dan suara Jokowi 2019 semakin memperbesar kenaikan suara Prabowo tahun 2024,” jelas Vid.
Artikel lain
Mudik Lebaran 2024, Menhub Tekankan Antisipasi Gangguan di Jateng
Mudik Lebaran 2024, Sanksi Bagi Maskapai Naikan Harga Lewati TBA
Imbauan Mudik Lebaran 2024 Lebih Awal Kemenhub Siapkan Sarana Transportasi
Vid juga menyampaikan perhitungam perolehan suara Paslon 02 tanpa dukungan presiden dan adanya bansos. “Pemerintah bukan tidak boleh menggunakan bansos karena program perlindungan masyarakat tetap harus diberikan sebagai bukti nyata tanggung jawab negara terhadap masyarakat yang membutuhkan. Namun karena bansos berasal dari pajak yang dibayarkan masyarakat, diperlukan peraturan yang bisa mengurangi potensi penyalahgunaan bansos untuk meningkatkan perolehan suara kandidat yang didukung petahana,” sampai Vid yang merupakan ahli ekonomi lulusan Georgia State University, Atlanta, Georgia. (Rep-02)
Sumber: Mahkamah Konstitusi