Operasi tangkap tangan ini, diakui Setyo merupakan keprihatinan.
“Ini merupakan keprihatinan. Saya yakin semua pihak merasakan sebuah keprihatian. Di saat pengurusan tenaga kerja harusnya dipermudah tapi ada sekelompok pejabat justru memanfaatkan, mengetahui, membiarkan bahkan menikmati dan menerima uang yang berasal dari pihak pihak tenaga kerja dan perusahaan digunakan untuk kepentingan pribadi,” ujarnya.
Plt Deputi Penindakan dan eksekusi Asep Guntur Rahayu menyatakan, praktik pemerasan sertifikasi K3 oleh pejabat di Kemenaker, terendus saat KPK menangani kasus pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan.
“Saat ditangani (kasus RPTKA) diperoleh informasi ada pungutan dan pemerasan dalam K3, diakhir 2024. Kita dalami dan lihat proses itu terjadi, kami dalami dan pelajari, dua hari terakhir (20-21 Agustus 2025) di situ kami lakukan eksekusinya, ketika ada penyerahan uang, kita tangkap,” kata Asep.
Dalam penelusuran aliran uang hasil pemerasan K3, KPK mendapat sokongan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), sehingga dalam waktu singkat, KPK menyita berbagai barang bukti berupa 22 mobil dan 7 sepeda motor serta data aliran uang.
“Kita ada data dari PPATK, ke mana saja uang itu diserahkan. Uangnya ada yang dibelikan benda bergerak dan tidak bergerak, rumah, tanah, mobil,” kata Asep.
Dia juga menegaskan, selain menjerat kesebelas tersangka dengan pasal pemerasan, Pasal 12 E dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi. KPK tidak tertutup untuk menerapkan pasal berlapis dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Tentu uang diperoleh dari korupsi dipindahkan, masuk ke TPPU. Kita akan lapis dengan TPPU,” ujar Asep. (Rep-02)