“Sekarang kita memperbaiki, kita membangun desa-desa nelayan dengan fasilitas modern, rencananya sampai akhir 2026 kita akan dirikan 1.100 desa nelayan, tiap desa itu anggarannya Rp22 miliar. Jadi Rp13 triliun ini berarti kita bisa membangun 600 kampung nelayan,” katanya.
Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin menjelaskan, uang pengganti tersebut hasil penyidikan dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya dari tiga grup perusahaan, yakni Wilmar Group senilai Rp11,88 triliun, Musi Mas Group Rp 1,8 triliun, dan Permata Hijau Group Rp1,86 miliar.
Menurut Burhanuddin, Kejaksaan saat ini telah mengajukan penuntutan kepada tiga grup korporasi tersebut dengan perkiraan kerugian perekonomian negara sekitar Rp17 triliun, selisihnya senilai Rp4,4 triliun belum dikembalikan oleh Musim Mas Group dan Permata Hijau Group.
“Terdapat selisih Rp4,4 triliun akan dilakukan pembayaran dengan penundaan, mungkin cicilan-cicilan. Kami juga akan meminta mereka ada tepat waktunya. Kami tidak mau ini berkepanjangan,” tegas Jaksa Agung. (Rep-02)
Sumber: BPMI Setpres, Kejaksaan Agung






